Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Eksekusi Mati Bukan Jawaban untuk Menekan Angka Kejahatan Narkotika"

Kompas.com - 17/01/2015, 06:47 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Puluhan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menaungi pecandu atau korban narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain (NAPZA) menyurati Presiden Joko Widodo terkait rencana eksekusi terpidana mati narkotika.

"Sebagai orang yang paham seluk-beluk kejahatan peredaran gelap narkotika, kami melihat eksekusi mati bukan jawaban untuk menekan angka kejahatan narkotika," kata pendiri 'Empowerment and Justice Action' (EJA) Surabaya, Rudhy Wedhasmara, Jumat (16/1/2015).

Surat terbuka kepada Presiden Ir H Joko Widodo tertanggal 16 Januari 2015 yang mengatasnamakan 23 LSM korban NAPZA itu adalah bertajuk "Surat Terbuka Korban Narkotika Menolak Eksekusi Terpidana Mati Narkotika".

Dalam surat terbuka itu, individu-individu korban peredaran gelap narkotika, organisasi masyarakat sipil yang bergerak di isu narkotika maupun organisasi berbasis komunitas pemakai/pecandu narkotika itu menolak hukuman mati dan rencana eksekusi mati terhadap enam terpidana kasus narkotika pada 18 Januari 2015.

Meski menolak hukuman mati terhadap terpidana mati narkotika, Rudhy mengatakan kalau ini bukan berarti mereka mendukung bandar narkotika. "Kami sepenuhnya mendukung upaya penghukuman yang berat kepada gembong narkotika yang sesungguhnya, tetapi bukan hukuman mati, karena eksekusi bukanlah jawaban yang tepat," katanya.

Menurut dia, solusi yang tepat dalam memerangi peredaran gelap narkotika adalah negara seharusnya berupaya maksimal menjaga wilayah perbatasan Indonesia agar tidak sampai dimasuki oleh narkotika gelap.

"Negara jangan melimpahkan beban kegagalannya kepada para terpidana mati narkotika. Sebagai orang-orang yang mengetahui dan merasakan betul dampak buruk peredaran gelap narkotika, kami juga ingin agar peredaran gelap narkotika bisa dihentikan dan tidak sampai memakan korban lagi," katanya.

Ia mengatakan hukuman mati dan eksekusi mati telah terbukti gagal menurunkan angka kejahatan narkotika. Hukuman mati juga tidak berhasil mengurangi laju jumlah pecandu atau pemakai narkotika di Indonesia.

Sejak Undang-Undang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997 diterapkan hingga pemberlakuan Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, hukuman mati terus dijatuhkan kepada para pelaku kejahatan peredaran gelap narkotika.

Namun faktanya, jumlah kejahatan peredaran gelap narkotika dan jumlah pecandu narkotika justru tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan, karena itu alternatif penghukuman harus dipikirkan untuk mengatasi peredaran gelap narkotika dan bukannya terus mengandalkan penghukuman yang tidak efektif.

"Kami melihat bahwa pada praktiknya mayoritas mereka yang terjerat hukum, kemudian akhirnya dijatuhi hukuman mati adalah orang-orang yang lemah, rentan dieksploitasi secara psikologis, dan terdesak himpitan keuangan, yang dipaksa atau terpaksa menjadi kurir narkotika dan bukanlah gembong narkotika yang sesungguhnya," katanya.

Label "bandar narkotika", menurut Rudhy, tidaklah dapat disamaratakan kepada semua terpidana mati narkotika, terutama kepada mereka yang perempuan. Sebab, menurutnya, posisi perempuan di dalam kejahatan narkotika sangatlah rentan.

"Perempuan di dalam bisnis narkotika tidak dapat dilepaskan dari bisnis perdagangan manusia maupun kekerasan terhadap perempuan akibat ketidaksetaraan jender. Terjeratnya perempuan di dalam kejahatan narkotika seringnya karena ditipu, dimanipulasi dan diberi janji kosong," katanya.

Ketika perempuan tersebut tertangkap karena narkotika, penegakan hukum secara buta menuduh mereka terlibat dalam rantai peredaran gelap narkotika dan luput melihat fakta bahwa mereka menjadi korban perdagangan manusia atau korban kekerasan dari pasangannya.

"Salah satu terpidana mati perempuan yang akan segera dieksekusi, Rani Andriani, adalah contoh perempuan yang terjerat dalam kejahatan narkotika karena tertipu oleh mafia narkotika dan tertekan secara ekonomi dan psikologi," katanya.

Ia menambahkan hukuman mati dan eksekusi mati terhadap pelaku kejahatan peredaran gelap narkotika sesungguhnya merugikan komunitas pecandu/pemakai narkotika.

"Ketika terpidana mati narkotika dieksekusi, maka para bandar besar narkotika akan terus mengeksploitasi individu-individu rentan lainnya yang terpaksa menjadi kurir narkotika. Komunitas pecandu/pemakai narkotika bisa menjadi target para bandar mencari kurir-kurir tersebut," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak Presiden Joko Widodo segera menghentikan eksekusi mati terhadap para terpidana mati narkotika, meninjau kembali secara serius dan sungguh-sungguh setiap kasus terpidana mati narkotika, dan mengevaluasi kebijakan penegakan hukum narkotika Indonesia menjadi kebijakan yang bisa mengatasi peredaran gelap narkotika.

Selain EJA Surabaya, komunitas korban NAPZA yang mengirimkan surat terbuka adalah PKNI, IPPI, JPP-HAM, IAC, PKBI, ICDPR, NapzaIndonesia.com, Kongres Ganja Indonesia, Yayasan STIGMA Jakarta, Metgam Jakarta, PERFORMA Semarang, Yayasan ORBIT Surabaya, Rumah Cemara Bandung, Yayasan Mitra Alam Solo, KIPAS Bengkulu, JARKONS Medan, ARMETH Yogyakarta, dan sebagainya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com