— Mulai dari Presiden Soeharto hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki cerita dan gayanya sendiri dalam memimpin. Namun, di balik tembok kekuasaan istana, mereka nyata-nyata adalah manusia biasa dengan segala perasaan dan kebiasaan yang dimilikinya.
"Istana bukanlah malaikat. Di sana ada benar dan salah, ada marah senang, tertawa, dan sedih. Itulah istana, kita ini manusia juga," seloroh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Selasa (9/12/2014). Potret istana yang humanistis inilah yang kemudian digambarkan oleh J Osdar, wartawan harian
Kompas sejak tahun 1978, dalam bukunya yang berjudul
Sisi Lain Istana, Andaikan Obama Ikut Pilpres Indonesia. Osdar menjadi saksi sejarah masa-masa kepresidenan Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono selama meliput kegiatan kepresidenan.
Di dalam bukunya itu, dia menampilkan bagaimana Habibie bercerita kebiasaannya untuk berenang sebelum berangkat ke istana presiden. Habibie juga sering melantunkan lagu "Widuri" dalam berbagai kesempatan, termasuk acara di Istana Negara.
Adapun Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri membagikan rahasia sehatnya dengan memakan kencur setiap kali batuk. Lain lagi dengan gaya jenaka Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Gus Dur rupanya sempat membuat jengkel wartawan-wartawan asing ketika ia ingin bertemu Presiden Amerika Serikat Bill Clinton di Gedung Putih, AS.
Ketika itu, Gus Dur terlambat satu jam dari agenda pertemuan seharusnya.
"Siapa sih presiden ini, sampai membuat Presiden AS menunggu?" celetuk wartawan AS.
Namun, setelah bertemu Gus Dur, suasana yang semula suram berubah menjadi ceria. Canda-canda jenaka Gus Dur rupanya disukai oleh wartawan-wartawan asing itu. Dalam perjalanan ke Negeri Paman Sam itu pula, terselip fakta menarik yang dipaparkan Osdar bahwa ternyata seluruh rombongan Gus Dur ketika itu tak memiliki visa AS.
"Mungkin baru pertama kali dalam sejarah Indonesia, rombongan resmi datang ke AS tanpa visa," tulis Osdar.
Menulis tanpa sadarOsdar mengaku kerap tidak sadar saat menulis cerita-cerita di balik setiap kegiatan orang nomor satu negeri ini dan orang dekatnya. "Saya suka enggak sadar kalau nulis, saya nulis apaansih ini?" seloroh Osdar yang disambut tawa dalam acara peluncuran bukunya, Selasa (9/12/2014).
"Ketidaksadaran" Osdar dalam menulis ini rupanya dalam arti yang sebenarnya. Pemimpin Redaksi
Kompas Budiman Tanuredjo bercerita bahwa ketidaksadaran Osdar itu sering kali berbuah cerita unik hingga genting.
Salah satunya adalah soal berita utama
Kompas pada tahun 1998 yang menyatakan bahwa Presiden Soeharto akan segera lengser. Ketika itu, Osdar rupanya setengah tertidur ketika mendengarkan Presiden Soeharto yang menyatakan, "Kalau rakyat tak menghendaki, saya bersedia mundur".
"Osdar langsung menelepon lewat KBRI Kairo dan diterima James Luhulima, dan berita itu akhirnya jadi berita utama di Kompas," ungkap Budiman.
Wakil Presiden Boediono menilai tulisan Sisi Lain Istana 2 adalah bentuk kritik yang santun. "Dia mengkritik tapi tidak menyakiti. Ini yang harus ditiru wartawan-wartawan muda. Dia kalau lewat wapres biasa saja kan, lewat saja dia. Itulah personal approach-nya baik sekali," kata Boediono.
Sutradara Garin Nugroho pun menangkap kesan berbeda dari
Sisi Lain Istana 2. "Seperti bambu, mau apa pun yang terjadi, dia senyum-senyum saja.
Kompas mengkritik presiden, dia hanya tersenyum di depan presiden yang akhirnya membuat suasana tidak tegang. Inilah persahabatan jenaka," ucap Garin.