Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Gerhana Bulan Merah Indikator Polusi Udara

Kompas.com - 08/10/2014, 22:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Warna merah pada bulan yang sedang mengalami proses gerhana bisa menjadi indikator kualitas udara di suatu kota. Demikian kata seorang pengamat.

Astronom sekaligus narator Planetarium dan Observatorium Jakarta, Cecep Nurwendaya, di Jakarta, Rabu (8/10/2014), mengatakan, merah tidaknya warna gerhana bulan bergantung pada tingkat polusi udara suatu kota.

"Semakin kotor polusi di tempat kita, maka semakin 'indah' warna gerhana," kata Cecep ketika jumpa pers, Rabu.

Warna gerhana bulan akan semakin merah jika tingkat polusi suatu kota itu tinggi. "Jadi, jangan bangga (jika melihat gerhana bulan merah), seharusnya kita sedih," canda Cecep.

Sementara itu, di daerah yang polusi udaranya lebih rendah, warna gerhana bulan akan lebih cenderung kekuningan, kata Cecep, yang pernah menjadi asisten peneliti di Observatorium Bosscha, Lembang, tersebut.

Warna merah ditimbulkan karena polusi terdiri dari gas dan debu yang mempunyai sifat dan ciri khas memerahkan cahaya (reddening).

Cecep mengatakan, peristiwa tersebut serupa dengan ketika terbenamnya matahari dan ketika terjadi letusan gunung berapi. Abu dari gunung berapi itu menutup langit dan akan "memerahkan" matahari.

Gerhana bulan total yang termasuk langka—disebut gerhana bulan tetrad—menghiasi langit Indonesia pada Rabu petang pada pukul 15.15.33 WIB hingga 20.33.43 WIB.

Peristiwa gerhana bulan total tersebut bisa disaksikan oleh semua pengamat di wilayah Indonesia. Namun, di wilayah Jakarta, tahapan gerhana dapat dilihat mulai saat bulan terbit di ufuk timur sekitar pukul 17.42.48 WIB.

"Ketika itu, bulan sudah pada kondisi gerhana bulan total ditandai dengan warnanya yang merah tembaga," kata Cecep.

Gerhana bulan total berlangsung selama 58 menit dan 50 detik, dengan awal gerhana bulan total terjadi pada 17.25.10, sedangkan akhir gerhana total pada 18.24.00 WIB.

Namun, hingga pukul 18.30 WIB, langit Jakarta tertutup awan sehingga menyulitkan pengamatan terhadap gerhana bulan.

Pada kesempatan tersebut, Planetarium dan Observatorium Jakarta menyiapkan sejumlah teleskop bagi siswa dan guru yang berkeinginan untuk melihat langsung peristiwa gerhana bulan tersebut.

Menurut peta gerhana bulan total dari Planetarium dan Observatorium Jakarta, gerhana bulan dapat diamati juga di wilayah Asia Timur, Australia, Lautan Pasifik, dan sebagian wilayah Amerika.

Salah satu keistimewaan gerhana bulan pada Rabu 8 Oktober 2014 adalah gerhana bulan tersebut merupakan bagian dari untaian empat gerhana bulan total yang berurutan. "Ini adalah rangkaian gerhana bulan total kedua," kata dia.

Dua gerhana bulan total berlangsung pada 2014; 15 April dan 8 Oktober, sementara dua gerhana bulan lainnya akan berlangsung pada 2015; 4 April dan 28 September.

Untaian empat gerhana bulan total yang berlangsung secara berurutan disebut gerhana bulan tetrad.

Gerhana bulan tetrad tergolong langka karena dalam seribu tahun pada milenium ketiga hanya terdapat 32 kali fenomena tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Ganjar Tanggapi Ide Presidential Club Prabowo: Bagus-bagus Saja

Ganjar Tanggapi Ide Presidential Club Prabowo: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com