Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto Jabat Ketua DPR, ICW Khawatir Posisi KPK Dilemahkan

Kompas.com - 02/10/2014, 18:59 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, dipilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), merupakan ancaman bagi posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai lembaga penegak hukum.

"Kami khawatir ini sebagai upaya pelemahan, adanya gerakan politik parlemen terhadap kewenangan KPK. Ada nuansa politik kepentingan. Jangan-jangan pimpinan DPR akan merasa terancam dengan keberadaan KPK," ujar Koordinator ICW Abdulah Dahlan, saat ditemui di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2014).

Dalam catatan ICW, Ketua DPR terpilih untuk periode 2014-2019 tersebut setidaknya pernah terkait dalam empat kasus korupsi. Salah satunya yaitu, Setya diduga pernah menjadi tersangka korupsi dalam skandal cessie Bank Bali senilai Rp 546 miliar.

Abdulah mengatakan, bukan tidak mungkin pemilihan Setya sebagai ketua DPR adalah bagian yang telah direncanakan sejak Koalisi Merah Putih memutuskan untuk mengesahkan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.

Abdulah kemudian menjelaskan, serangkaian upaya pelemahan KPK tersebut sudah tercium sejak dibuatnya UU MD3. Dalam pasal 224, kata Abdulah, undang-undang tersebut membahas tentang hak imunitas anggota dewan. Ia mengatakan, di dalam pasal tersebut, penegak hukum baru bisa memeriksa anggota dewan yang diduga terkait kasus pidana, jika telah mendapat persetujuan dari Majelis Kehormatan DPR.

Sementara itu, anggota badan pekerja ICW Emerson Yuntho juga mengatakan hal yang sama. DPR, di bawah pimpinan Setya, yang diduga terkait kasus korupsi, dikhawatirkan dapat melakukan intervensi terhadap pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

ICW menduga, upaya pelemahan KPK merupakan salah satu target dari sejumlah partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Dugaan tersebut beralsan, karena KPK dinilai oleh partai politik sebagai penghambat kerja politisi, khususnya bagi usaha pendanaan parpol.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com