Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK: PDI-P Tidak Otomatis Dapat Kursi Ketua DPR 2014-2019

Kompas.com - 29/09/2014, 19:24 WIB
Fathur Rochman

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak seluruh permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang diajukan PDI Perjuangan. Dengan demikian, PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu legislatif 2014 tidak otomatis mendapatkan posisi ketua DPR periode 2014-2019.

Dalam amar putusan yang dibacakan di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9/2014), menurut Mahkamah, perubahan pengaturan mekanisme pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan DPR tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil serta persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana yang didalilkan pemohon.

Mahkamah berpendapat, alasan pemohon tidak berdasar bahwa konfigurasi pimpinan DPR haruslah mencerminkan konfigurasi pemenang pemilu dengan alasan menghormati kedaulatan rakyat yang memilih. Pasalnya, pemilu adalah untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, serta DPRD, bukan untuk memilih pimpinan DPR.

Menurut Mahkamah, masalah pimpinan DPR menjadi hak dan kewenangan anggota DPR terpilih untuk memilih pimpinannya yang akan memimpin lembaga DPR. Hal itu dianggap lazim dalam sistem presidensial dengan sistem multi partai, karena konfigurasi pengelompokan anggota DPR berubah ketika berada di DPR berdasarkan kesepakatan masing-masing.

Berbeda halnya dengan sistem presidensial dengan dua partai politik, yang secara otomatis fraksi partai politik dengan jumlah anggota terbanyak menjadi ketua DPR. Kalaupun dipilih, maka hasil pemilihannya akan sama karena dipastikan partai politik mayoritas akan memilih ketua dari partainya.

"Dalam praktik politik di Indonesia yang menganut sistem presidensial dengan sistem multi partai, kesepakatan dan kompromi politik di DPR sangat menentukan ketua dan pimpinan DPR, karena tidak ada partai politik yang benar-benar memperoleh mayoritas mutlak kursi di DPR, sehingga kompromi dan kesepakatan berdasarkan kepentingan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari," kata hakim konstitusi.

"Berdasarakan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapan DPR adalah kebijakan hukum terbuka dari pembentuk Undang-Undang yang tidak bertentangan dengan UUD 1945," kata hakim konstitusi.

Terkait dalil adanya diskriminasi dan perbedaan antara mekanisme penentuan pimpinan DPR dan pimpinan DPRD, menurut Mahkamah, hal tersebut bukanlah diskriminasi. Praktik diskriminasi, menurut Mahkamah, adalah perbedaan yang dilakukan atas dasar ras, warna kulit, suku, dan agama.

"Lagipula perbedaan demikian adalah sesuatu yang wajar dan dapat dibenarkan karena sangat tergantung dengan kebijakan politik pembentuk Undang-Undang," kata hakim MK.

Selain itu, MK berpendapat, tidak ikut sertanya DPD dalam pembahasan UU MD3 bukan persoalan konstitusional. Masalah itu dianggap hanya berkaitan dengan tata cara yang baik dalam pembentukan UU.

Adapun terkait dalil pembentukan UU yang tidak mengikuti aturan tata cara pembentukan UU, menurut Mahkamah, hal itu tidak serta-merta membuat UU yang dihasilkan dianggap inkonstitusional. Bisa saja UU yang dihasilkan sesuai aturan pembuatan UU, tetapi materinya justru bertentangan dengan UUD 1945. Begitu pula sebaliknya.

Dalam putusan, MK berpendapat, perubahan UU MD3 yang dilakukan setelah diketahui hasil pemilu 2014 juga tidak bertentangan dengan konstitusi. MK menganggap hal itu lazim dilakukan dalam pembentukan UU MD3 sebelumnya. Bahkan, perubahan UU MD3 dapat dilakukan segera setelah pelantikan anggota baru Dewan.

Apalagi, rencana perubahan UU MD3 telah masuk dalam daftar program legislasi nasional tahun 2010-2014 sehingga memang perubahan UU tersebut sudah diagendakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Yakin Megawati Sampaikan Sikap Politik PDI-P untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran Saat Kongres Partai

Ganjar Yakin Megawati Sampaikan Sikap Politik PDI-P untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran Saat Kongres Partai

Nasional
Persiapan Peluncuran GovTech Makin Matang, Menteri PANRB: Langkah Akselerasi Transformasi Digital Indonesia

Persiapan Peluncuran GovTech Makin Matang, Menteri PANRB: Langkah Akselerasi Transformasi Digital Indonesia

Nasional
Megawati Minta Krisdayanti Buatkan Lagu 'Poco-Poco Kepemimpinan', Sindir Pemimpin Maju Mundur

Megawati Minta Krisdayanti Buatkan Lagu "Poco-Poco Kepemimpinan", Sindir Pemimpin Maju Mundur

Nasional
Marinir TNI AL Persiapkan Satgas untuk Jaga Perbatasan Blok Ambalat

Marinir TNI AL Persiapkan Satgas untuk Jaga Perbatasan Blok Ambalat

Nasional
PDI-P Perketat Sistem Rekrutmen Anggota, Ganjar: Itu Paling 'Fair'

PDI-P Perketat Sistem Rekrutmen Anggota, Ganjar: Itu Paling "Fair"

Nasional
Coba Itung Utang Negara, Megawati: Wow Gimana Ya, Kalau Tak Seimbang Bahaya Lho

Coba Itung Utang Negara, Megawati: Wow Gimana Ya, Kalau Tak Seimbang Bahaya Lho

Nasional
Megawati: Kita Cuma Seperempat China, Gini Saja Masih Morat-Marit dan Kocar-Kacir Enggak Jelas

Megawati: Kita Cuma Seperempat China, Gini Saja Masih Morat-Marit dan Kocar-Kacir Enggak Jelas

Nasional
PDI-P Perketat Diklat untuk Caleg Terpilih Sebelum Bertugas

PDI-P Perketat Diklat untuk Caleg Terpilih Sebelum Bertugas

Nasional
Pengamat Sebut Hasil Rakernas 5 PDI-P Jadi Sinyal Partai Banteng Oposisi Prabowo-Gibran

Pengamat Sebut Hasil Rakernas 5 PDI-P Jadi Sinyal Partai Banteng Oposisi Prabowo-Gibran

Nasional
98 Persen Jemaah Gelombang Pertama Belum Pernah Berhaji

98 Persen Jemaah Gelombang Pertama Belum Pernah Berhaji

Nasional
Ahok: Saya Enggak Gitu Paham Sumut...

Ahok: Saya Enggak Gitu Paham Sumut...

Nasional
Ahok Ungkap Tugas dari Megawati

Ahok Ungkap Tugas dari Megawati

Nasional
Patroli dengan AU Malaysia di Selat Malaka, TNI AU Kerahkan 2 Jet Tempur F-16

Patroli dengan AU Malaysia di Selat Malaka, TNI AU Kerahkan 2 Jet Tempur F-16

Nasional
Megawati: Lebih Baik 'Aku Cinta Padamu', Susah Banget Pakai 'Saranghae', Bukannya Menghina...

Megawati: Lebih Baik "Aku Cinta Padamu", Susah Banget Pakai "Saranghae", Bukannya Menghina...

Nasional
Tidak Akan Sampaikan Sikap Politik di Rakernas, Megawati: Enak Wae, Gue Mainin Dulu Dong

Tidak Akan Sampaikan Sikap Politik di Rakernas, Megawati: Enak Wae, Gue Mainin Dulu Dong

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com