Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Lebih Untung Gaet Demokrat daripada Golkar

Kompas.com - 18/07/2014, 08:52 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Sejumlah partai politik pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menunjukkan gelagat mengalihkan dukungan kepada Joko Widodo-Jusuf Kalla setelah melihat peluang pasangan nomor urut dua itu akan memenangkan Pilpres 2014. Dua partai politik yang menunjukkan sinyal kuat itu adalah Demokrat dan Golkar. Selain itu, Partai Persatuan Pembangunan juga dianggap berpotensi merapat kepada Jokowi-JK.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanudin Muhtadi mengatakan, wajar jika partai politik melakukan manuver dan mendompleng kemenangan pihak yang sebelumnya menjadi lawan.

"Fenomena yang wajar, kemenangan bagai punya 1.000 ayah, yang kalah seperti yatim. Siapapun, yang kalah pasti akan sendirian, pasti akan ditinggalkan kawan koalisinya," kata Burhanudin, di Jakarta, Kamis (17/7/2014) malam.

Menurut Burhanudin, Jokowi juga memerlukan partai baru untuk mendukungnya untuk menyolidkan dukungan di parlemen jika memenangkan Pilpres 2014. Saat ini, jumlah kursi partai pendukung Jokowi-Jusuf Kalla di parlemen masih di bawah 40 persen. Menurut Burhanuddin, parlemen perlu dikondisikan agar Jokowi-JK mudah mengeksekusi program-programnya.

Jika ingin mendominasi parlemen, kata Burhanudin, maka Jokowi-JK memerlukan dukungan dari Golkar karena memiliki lebih dari 90 kursi di DP. Akan tetapi, Golkar selama ini termasuk partai yang sulit dipegang komitmennya.

Jika ingin mencari solusi yang lebih menjanjikan, menurut Burhanuddin, Jokowi lebih baik menggaet dukungan dari Demokrat dan PPP. Perolehan suara kedua partai ini  akan membuat dukungan di parlemen menjadi dominan.

"Ini power game, kalau dapat dukungan dari Demokrat dan PPP, Jokowi tidak lagi perlu Golkar. Lebih mudah membangun suloditas dengan Demokrat, dibanding Golkar," ujar Burhanudin.

Ia menilai, dukungan Demokrat dan PPP lebih menguntungkan Jokowi dibandingkan dukungan dari Golkar. Selain sulit dipegang penuh, dukungan Golkar juga akan menaikkan daya tawar cawapres Jusuf Kalla yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar. Namun, dukungan Demokrat diprediksi terganjal karena ketegangan hubungan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Burhanudin menyarankan Megawati mengalah dan membuka pintu untuk berkomunikasi dengan SBY. Orang-orang di sekitar kedua tokoh itu, kata dia, juga harus peka dan  sesering mungkin menciptakan momentum politik untuk mempertemukan Megawati dengan SBY.

Pada Pileg 2014 lalu, SBY mencoba membuka peluang berkomunikasi, hanya saja Megawati bergeming, akhirnya koalisi Demokrat-PDI Perjuangan gagal terjalin.

"Di ujung tikungan SBY mendukung Prabowo karena cintanya bertepuk sebelah tangan, harus ada kondisi yang memungkinkan keduanya bisa kerja sama," kata Burhanuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com