Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KontraS: Lagi, Indonesia Masuk Catatan Buruk HAM di Dunia

Kompas.com - 15/05/2014, 22:10 WIB
Meidella Syahni

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia masuk dalam catatan buruk Hak Asasi Manusia (HAM) dunia terkait hak untuk berkumpul secara damai termasuk untuk kepentingan peribadatan agama.

KontraS dan berbagai kelompok minoritas dan rentan meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil kebijakan dan membuat pernyataan tegas tentang perlindungan minoritas sebelum masa jabatannya berakhir.

"KontraS dan berbagai kelompok minoritas dan rentan menyayangkan performa Indonesia yang masih buruk dalam menjamin kebebasan untuk berkumpul dan berserikat. Hal ini secara tegas termuat dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang disusun Pelapor Khusus PBB, Maina Kiai yang akan dipresentasikan pada Juni 2014 mendatang," ujar Direktur KontraS Haris Azhar, Kamis (15/5/2014) di kantor KontraS, Jakarta.

Dalam laporan Pelapor Khusus PBB ini, ujar Haris, Indonesia berdiri sederet dengan negara-negara lain yang bercatatan buruk soal kebebasan beragama seperti Nigeria, Turki, dan beberapa negara di benua Afrika lainnya.

Meski laporan ini tidak secara langsung membahas kebebasan beragama dan berkeyakinan, jelas Azhar, berhubungan erat dengan kebebasan berkumpul dan berorganisasi. Kebebasan berkumpul dan berorganisasi menurut Haris sangat fundamental dalam demokrasi. Jika hal ini digugurkan sejak awal, berpotensi melemahkan elemen negara yang lain.

Haris mencontohkan, perjuangan jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor yang tidak dibolehkan berkumpul untuk beribadah sejak tahun 2008.

"Boro-boro mau ibadah, berkumpul saja tidak boleh," katanya.

Padahal Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan bahwa bangunan GKI legal. Sejak tahun 2010 hingga kini gereja ini masih disegel dan jemaat dilarang beribadah.

Selain itu, tambah Haris, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang memiliki basis organisasi juga terancam dibubarkan oleh Undang-undang Ormas yang baru. "Ini bibit penghancuran demokrasi," tandas Haris.

Untuk itu, imbuhnya, perlu ketegasan Presiden SBY sebelum masa jabatannya berakhir untuk memberikan perlindungan pada kaum minoritas.

"Mungkin dengan mengeluarkan Kepres perlindungan minoritas dan terkait tahun politik ini, SBY perlu membuat pernyataan tegas kepada peserta pilpres untuk tidak mencederai kelompok tertentu atau menjadikan isu ini mainan politik," tegas Haris.

Pelapor Khusus PBB, Maina Kiai mengumpulkan informasi dari seluruh dunia termasuk melalui pertemuan dengan kelompok sipil pegiat HAM di seluruh dunia. Salah satunya dalam pertemuan pegiat sipil HAM di Singapura pada awal 2014 lalu. KontraS yang diundang merekomendasikan perwakilan jemaat GKI Yasmin untuk hadir.

Dalam laporannya, kasus-kasus di Indonesia terangkum dalam halaman 13 poin 4, tertulis : Di Indonesia kelompok minoritas agama seperti Ahmadiyah, Bahai, Kristen, Syiah menghadapi serangan fisik dari kelompok militan Islam dengan keterlibatan penanganan yang minimal dari pemerintah Indonesia.

Ini laporan ketiga di PBB yang memasukkan Indonesia sebagai negara dengan catatan HAM buruk. Sebelumnya laporan dengan tema sama juga dilaporkan pada tahun 2012 dan 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Nasional
DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com