Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di RUU Pilkada, Kepala Daerah Dilarang Urus Partai

Kompas.com - 16/04/2014, 15:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana memasukkan larangan kepala daerah menjabat sebagai pengurus partai dalam Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah. Pemerintah ingin kepala daerah lebih memikirkan kepentingan publik daripada partai seperti yang selama ini kerap terjadi.

"Dimasukkannya pasal ini atas pertimbangan banyaknya kepala daerah yang menjabat juga sebagai ketua atau pengurus partai. Dan, selama menjabat, mereka terpasung kepentingan partai dan lebih memikirkan partai daripada masyarakat," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, di Jakarta, Selasa (15/4/2014).

Saat ini, RUU Pilkada masih dibahas pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, bersama DPR. Pemerintah menargetkan RUU sudah disahkan sebelum Agustus 2014. Menurut Djohan, pemerintah ingin yang diterapkan di Yogyakarta bisa berlaku di seluruh Indonesia. Dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan dan Paku Alam tidak boleh masuk partai politik karena otomatis sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta.

"Tidak tertutup kemungkinan kepala daerah tidak hanya tidak boleh menjabat ketua atau pengurus partai, tetapi juga seperti Gubernur Yogyakarta yang sama sekali tidak boleh jadi anggota partai," tambah dia.

Tak hanya sebatas larangan, sejumlah sanksi disiapkan jika kepala daerah melanggar aturan itu. Ini termasuk jika kepala daerah sudah tidak lagi menjabat pengurus partai, tetapi kebijakannya masih berpihak kepada partai dan bukan masyarakat. "Sanksinya seperti apa, kita masih membahasnya. Sanksi ini perlu agar sistem bisa berjalan baik, ada kedisiplinan, dan pemerintahan ke depan bisa efektif," kata dia.

Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada, Ari Dwipayana, menilai, tidak masuk akal jika kepala daerah harus keluar dari keanggotaan partai politik. Larangan kepala daerah merangkap jabatan sebagai ketua atau pengurus partai dinilai sudah cukup untuk mencegah konflik kepentingan antara kepentingan publik dan kepentingan partai.

Harus netral

"Logika jabatan publik, seperti kepala daerah, harus netral sama sekali dari partai tidak masuk akal karena mereka dicalonkan dari partai politik," tambah dia.

Sementara Ketua Panitia Kerja RUU Pilkada DPR Abdul Hakam Naja tidak sependapat sama sekali jika kepala daerah tak boleh merangkap jabatan sebagai ketua atau pengurus, bahkan menjadi anggota partai politik. (APA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jajak Pendapat Litbang Kompas: 72,6 Persen Responden Minta Pelibatan Masyarakat dalam Revisi UU MK

Jajak Pendapat Litbang Kompas: 72,6 Persen Responden Minta Pelibatan Masyarakat dalam Revisi UU MK

Nasional
Bareskrim Sebut Caleg PKS di Aceh Tamiang Berperan Jadi Pengendali Narkoba

Bareskrim Sebut Caleg PKS di Aceh Tamiang Berperan Jadi Pengendali Narkoba

Nasional
Wakil Ketua Banggar Sarankan DPR Bentuk Lembaga Independen untuk Hasilkan Kebijakan Anggaran secara Akurat 

Wakil Ketua Banggar Sarankan DPR Bentuk Lembaga Independen untuk Hasilkan Kebijakan Anggaran secara Akurat 

Nasional
PKS Akan Pecat Calegnya yang Ditangkap karena Kasus Narkoba di Aceh Tamiang

PKS Akan Pecat Calegnya yang Ditangkap karena Kasus Narkoba di Aceh Tamiang

Nasional
Jaksa Agung-Kapolri Hadir di Istana di Tengah Isu Jampidsus Dibuntuti Densus 88

Jaksa Agung-Kapolri Hadir di Istana di Tengah Isu Jampidsus Dibuntuti Densus 88

Nasional
Bareskrim Tangkap Caleg PKS di Aceh Tamiang Terkait Kasus Narkoba

Bareskrim Tangkap Caleg PKS di Aceh Tamiang Terkait Kasus Narkoba

Nasional
KPK Panggil Lagi Fuad Hasan Masyhur Jadi Saksi TPPU SYL

KPK Panggil Lagi Fuad Hasan Masyhur Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
2 KRI yang Ikut Amankan WWF di Bali Punya Kemampuan Sistem Reverse Osmosis, Apa Itu?

2 KRI yang Ikut Amankan WWF di Bali Punya Kemampuan Sistem Reverse Osmosis, Apa Itu?

Nasional
Menanti Penjelasan Polri-Kejagung soal Dugaan Densus 88 Buntuti Jampidsus

Menanti Penjelasan Polri-Kejagung soal Dugaan Densus 88 Buntuti Jampidsus

Nasional
Tanda Tanya Pembuntutan Jampidsus oleh Densus 88 dan Perlunya Kejagung-Polri Terbuka

Tanda Tanya Pembuntutan Jampidsus oleh Densus 88 dan Perlunya Kejagung-Polri Terbuka

Nasional
Sidang Praperadilan Sekjen DPR Indra Iskandar Lawan KPK Digelar Hari Ini

Sidang Praperadilan Sekjen DPR Indra Iskandar Lawan KPK Digelar Hari Ini

Nasional
KPK Hadirkan Istri, Anak, dan Cucu SYL Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

KPK Hadirkan Istri, Anak, dan Cucu SYL Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

Nasional
[POPULER NASIONAL] Tangis Puan di Rakernas PDI-P | Penjelasan TNI soal Kejagung Dijaga Personel Puspom

[POPULER NASIONAL] Tangis Puan di Rakernas PDI-P | Penjelasan TNI soal Kejagung Dijaga Personel Puspom

Nasional
Rakernas V PDI-P: Air Mata Puan, Tarik-ulur Mega, dan Absennya Prananda

Rakernas V PDI-P: Air Mata Puan, Tarik-ulur Mega, dan Absennya Prananda

Nasional
Megawati: Mungkin Tampangku Cantik, Pintar, Ratunya PDI-P, tapi Aku Ya 'Ratu Preman' Lho...

Megawati: Mungkin Tampangku Cantik, Pintar, Ratunya PDI-P, tapi Aku Ya "Ratu Preman" Lho...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com