Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Kejutan di Hitung Cepat, Ada Apa dengan Survei?

Kompas.com - 10/04/2014, 07:31 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hitung cepat sudah langsung dimulai berselang hitungan jam sejak tempat pemungutan suara dibuka, Rabu (9/4/2014). Hasil mengejutkan pun muncul, terutama dari "klasemen" papan tengah.

Partai-partai politik berbasis massa Islam, selain Partai Bulan Bintang yang diperkirakan bakal tersungkur pada Pemilu 2014, justru berkibar. Partai Hanura dan Partai Nasdem yang sempat digadang-gadang bakal melejit ternyata justru mendapatkan suara lebih rendah dibandingkan partai-partai berbasis massa Islam.

Ada apa dengan lembaga-lembaga dan data-data survei ini? "Saya kira, alat baca dalam survei sudah tidak memadai untuk mendalami perubahan sosial di masyarakat," kata Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, saat dihubungi Rabu malam.

Perolehan suara PKS yang diperkirakan berbagai lembaga survei bahkan tak cukup untuk mengirimkan wakil ke Senayan justru masih "baik-baik saja" di kisaran 7 persen seperti capaian pada Pemilu 2009.

Sepanjang 2014 sampai dengan hari pemungutan suara, tak bisa dimungkiri partai ini dihajar habis-habisan dengan kasus dugaan korupsi kuota impor sapi dan segala "kembang-kembangnya".

"Saya kira, ada pula perubahan orientasi lembaga survei," imbuh Anis. Menurut dia, lembaga survei yang bertebaran pada hari ini bukan lagi alat untuk membaca realita, melainkan telah menjadi alat kampanye.

Karena itu, kata Anis, hasil survei yang bertebaran selama ini pun menjadi sangat bias. Dia mengatakan, hasil hitung cepat yang sudah masuk ke basis data partainya hingga Rabu menjelang tengah malam sudah sesuai dengan perkiraan internal mereka.

Kecaman lebih lantang terhadap lembaga survei dilontarkan Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Dradjad Hari Wibowo. "Beberapa lembaga survei telah melacurkan integritas dan obyektivitas ilmiah," ujar dia saat dihubungi, Rabu malam.

Perolehan suara hitung cepat untuk partai-partai politik berbasis massa Islam, ujar Dradjad, merupakan bukti tegas tak validnya beragam hasil survei yang selama ini bertebaran.

"Partai-partai (berbasis massa) Islam yang katanya akan hilang, faktanya justru memperlihatkan kenaikan untuk PAN, PPP, dan PKB," papar Dradjad. "Yang turun justru Demokrat dan Golkar," kata dia. Dradjad pun menyisipkan catatan pada tak terbuktinya "Jokowi Effect" untuk dukungan suara PDI-P.

"(Karenanya) mereka bukan lembaga survei, melainkan (lembaga) propaganda," tuding Dradjad, terutama untuk beberapa lembaga survei yang menurut dia menyajikan data jauh dari kata akurat.

"Mereka lebih jelek daripada pejabat yang korupsi karena yang mereka selewengkan adalah keilmuan, yang itu hanya untuk kepentingan politik dan finansial sesaat," imbuh Dradjad. "Kalau di pasar keuangan (sebagai analogi), para lembaga survei itu pasti sudah hangus sekarang."


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com