Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu 2014: Sejarah Baru, Kekhawatiran Baru

Kompas.com - 10/03/2014, 10:47 WIB

Pengantar Redaksi
Pemilu 2014 tinggal sebulan lagi. Terselenggaranya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, seperti diamanatkan UUD 1945, adalah keharusan. Atas dasar itu, Diskusi Indonesia Satu (Seri Ketiga) mengangkat tema ”Pemilu 2014, Kesiapan dan Tantangannya”. Hadir sebagai pembicara: Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik, Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie, Asisten Operasional Polri Irjen Arif Wachyunadi, anggota Badan Pengawas Pemilu Endang Wihdatiningtyas, mantan Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti, dan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat M Afifuddin. Hasil diskusi ditulis Amir Sodikin, Susana Rita, dan Ilham Khoiri.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) meyakini, pada pemilu legislatif 9 April nanti, banyak sejarah baru yang berhasil mereka torehkan. Inilah pemilu yang secara aturan paling siap dan diikuti semangat transparansi.

KPU memulai transparansi dengan membangun Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) terbesar di dunia. Tak ada negara lain yang mengumpulkan data pemilih hingga ratusan juta pemilih dalam satu sistem basis data yang terkonsolidasi.

KPU bahkan menawarkan basis data daftar pemilih tetap (DPT) ini bisa dimanfaatkan siapa pun, termasuk partai politik (parpol) jika ingin menggunakannya untuk kepentingan perekrutan politik. Semua orang bisa mengecek daftar pemilih hingga level tempat pemungutan suara (TPS) di http://data.kpu.go.id/dpt.php.

Di tengah kepercayaan diri KPU, tetap tebersit kekhawatiran. Kekhawatiran itu mulai dari potensi jual-beli suara di tingkat bawah hingga integritas penyelenggara pemilu di level bawah.

Jual-beli suara tak hanya terjadi antarcalon anggota legislatif (caleg) dengan pemilih, tetapi juga terjadi antarcaleg di daerah pemilihan yang sama. Caleg tak selamanya mencuri suara dari partai lain, mereka juga bisa membeli ke caleg separtai yang sekiranya tak punya harapan menang. Di sinilah, kredibilitas dan integritas petugas penyelenggara pemilu di tingkat desa/kelurahan dan kecamatan akan diuji.

Pada Pemilu 2009, sebanyak 35 persen suara pemilih diberikan ke parpol. Dari situ, parpol kemudian mendistribusikan suara kepada calon yang direstui parpol. Dengan sistem itu, yang dirugikan adalah caleg yang tak direstui parpolnya, tetapi lebih unggul di mata pemilih.

Jual-beli suara juga rentan dilakukan partai yang tidak mendapat kursi di DPR. Politisi dari parpol seperti ini akan menjajakan suaranya ke caleg potensial yang berani membayar mahal.

Banyak petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bekerja turun-temurun, bahkan ada yang sudah sejak Orde Baru. Hal yang makin mengkhawatirkan, honor mereka pada pemilu kali ini masih sama dengan pemilu lalu, tetapi lebih rendah dibandingkan pilkada. Dengan fakta seperti itu, peluang mereka ”masuk angin” atau disusupi kepentingan parpol tertentu menjadi sangat tinggi.

 
Transparansi suara
 
Masalah lama yang masih menggelayuti KPU adalah DPT. Namun, KPU kini lega karena Bawaslu memberi waktu hingga 14 hari sebelum pemungutan suara untuk memutakhirkan DPT.

Dari 3,3 juta pemilih tanpa nomor induk kependudukan, diharapkan bisa segera selesai sebelum tenggat yang ditetapkan Bawaslu.

KPU juga sedang gencar-gencarnya menyosialisasikan sistem penghitungan suara. Di penghitungan suara inilah, KPU berusaha transparan untuk mengejar kepercayaan publik.

Usulan Bawaslu agar formulir rekapitulasi penghitungan suara (C1) bisa dibuka di tingkat desa/kelurahan akhirnya diadopsi KPU. Sebelumnya, C1 hanya dibuka jika ada masalah. Dengan cara itu, akan ada pembanding antara catatan di C1 plano dan C1 sertifikat.

KPU juga serius menyiapkan sistem yang fokusnya memperkuat pembuktian administrasi jika ada sengketa, yaitu dengan mengandalkan pemindaian dan publikasi C1 di situs web KPU.

Pengalaman di MK, dalam banyak sengketa pilkada, sering dijumpai C1 berbeda antara yang diajukan pemohon dan termohon. Bahkan, saat dicek di kotak suara juga berbeda, hingga ada empat versi C1. Tak ada referensi yang memastikan keaslian C1.

Pada pemilu nanti, agar tak mengulangi persoalan semacam itu, formulir C1 sertifikat dan C1 plano akan ditandai khusus dengan mikrotek dan hologram. Surat suara juga ditandai mikrotek. Dengan cara itu, jika di pengadilan ada sengketa, KPU bisa menjelaskan mana yang palsu dan mana yang asli.

KPU pada pemilu kali ini tak akan menggunakan teknologi informasi (TI) secara kompleks untuk pemungutan suara. Istilahnya, tak ada e-voting untuk Pemilu 2014. Sempat terdengar kabar KPU akan menggunakan rekapitulasi elektronik, yaitu rekapitulasi penghitungan suara dengan menggunakan perangkat TI. Namun, akhirnya KPU memutuskan tak menggunakannya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com