Sebagai gantinya adalah rekapitulasi semi-elektronik dengan cara mewajibkan petugas memindai formulir rekapitulasi suara tingkat TPS atau biasa disebut formulir C1. Formulir C1 itu dipindai petugas di tingkat KPU kabupaten/kota untuk selanjutnya diunggah ke situs KPU.
Semua formulir C1, yang konon pada pemilu lalu mudah dimanipulasi dan disembunyikan, akan dipindai kemudian dipublikasikan di situs KPU. Dengan cara itu, semua peserta pemilu, termasuk warga dunia, akan bisa melihat arsip C1 secara daring.
Tampak sederhana, tetapi ini merupakan lompatan transparansi yang menggembirakan banyak pihak. Itu mengingat, pada pemilu sebelumnya, banyak saksi parpol yang tak bisa mendapat C1. Mereka sampai membeli mahal untuk bisa mendapatkannya.
Tiap saksi parpol yang datang ke TPS juga akan mendapat salinan formulir C1. Bahkan, termasuk parpol yang tidak mengirim saksi ke TPS.
Cara itu ditempuh KPU untuk menghalau jual-beli suara yang biasa beredar di tingkat desa hingga kecamatan. Dengan transparansi seperti itu, parpol tak perlu risau jika memang tak mampu menghadirkan saksi di semua TPS.
Keran keterbukaan sudah dibuka KPU. Inilah sejarah baru penyelenggaraan pemilu paling transparan. Namun, mampukah sistem ini menjaga integritasnya hingga level penyelenggara paling bawah?
Kita tunggu 9 April 2014.