Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akil Tuding Ada Bakal Capres yang Manfaatkan Kasusnya untuk Pencitraan

Kompas.com - 27/02/2014, 17:13 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menuding ada yang memanfaatkan kasusnya untuk pencitraan. Mereka, sebut Akil, adalah pengamat hukum, profesor, dan bakal calon presiden yang selama ini memberikan komentar atas kasus yang menjeratnya.

"Komentar-komentar dari para pengamat bodong sampai dengan bakal calon presiden yang sudah menghayal untuk menjadi presiden di republik ini, termasuk profesor di bidang hukum yang tidak mengerti persoalan tapi berbicara asal bunyi dengan memanfaatkan kasus saya untuk pencitraan diri, seolah-olah dirinyalah yang paling benar," kata Akil saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (27/2/2014).

Menurut Akil, komentar tersebut justru menurunkan kewibawaan peradilan di Indonesia. Mereka juga dinilai tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap dirinya.

"Jika hal-hal yang demikian ini kita tolerir maka akhirnya akan merusak tatanan dan kewibawaan peradilan yang merdeka. Akhirnya berpotensi merusak sendi-sendi hukum yang sesungguhnya itu berpotensi terjadinya penghinaan terhadap peradilan," lanjut Akil.

Mantan politisi Partai Golkar itu, mengatakan, ia mendengar semakin banyak komentar atas kasusnya setelah Jaksa Penuntut Umum KPK membacakan surat dakwaan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Akil didakwa menerima hadiah atau janji terkait 15 sengketa Pilkada. Dalam dakwaan pertama, Akil disebut menerima suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak (Rp 1 miliar), Pilkada Kabupaten Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), Pilkada Kota Palembang (Rp 19.886.092.800), dan Pilkada Lampung Selatan (Rp 500 juta).

Dalam dakwaan kedua, Akil disebut menerima uang terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar). Selain itu, ia juga didakwa menerima janji pemberian Rp 10 miliar terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi jawa Timur.

Kemudian, pada dakwaan ketiga, Akil disebut telah meminta Rp 125 juta pada Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011 Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.

Dalam dakwaan keempat, Akil disebut menerima uang dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, sebesar Rp 7,5 miliar. Pemberian uang itu diduga terkait dengan sengketa Pilkada Banten. Selain itu Akil juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Saat menjabat hakim Konstitusi nilai dugaan pencucian uangnya mencapai Rp 161 miliar. Sementara, saat masih menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat, nilainya mencapai Rp 20 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com