JAKARTA, KOMPAS.com - Dua terdakwa kasus dugaan suap pengurusan sengketa hasil Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yaitu Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun mengaku siap menghadapi sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (27/2/2014).
Keduanya telah hadir di Gedung Pengadilan Tipikor dengan diantar mobil tahanan KPK. Hambit mengaku siap dengan berapa pun tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
"Siap. Ya, berapa (tuntutan) saja lah terserah," kata Hambit.
Cornelis juga tampak santai menjelang sidang tuntutannya hari ini. "Siap saja," katanya.
Dalam kasus ini, Hambit yang terpilih sebagai Bupati Gunung Mas berdasarkan hasil perhitungan suara didakwa menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat itu Akil Mochtar sebesar Rp 3 miliar. Uang yang diberikan untuk Akil itu berasal dari Cornelis yang merupakan seorang pengusaha.
Menurut Jaksa, uang itu untuk memengaruhi putusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas. Adapun uang itu diserahkan kepada Akil melalui anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa.
Selain itu, Hambit juga memberikan Rp 75 juta kepada Nisa yang diduga sebagai fee pengurusan sengketa Pilkada. Mulanya, keberatan hasil pilkada yang dimenangkan Hambit itu diajukan dua pasangan calon bupati dan wakilnya, yaitu Alfridel Jinu dan Ude Arnold Pisy, serta pasangan Jaya Samaya Monohong dan Daldin.
Atas sengketa itu, Hambit ingin dirinya sebagai Bupati Gunung Mas terpilih bersama wakilnya Arton S Dohong tetap dinyatakan sah. Akhirnya, Hambit meminta tolong kepada Nisa untuk menghubungkan dengan pihak MK.
Nisa kemudian menghubungkan Akil dengan Hambit. Setelah itu, melalui Nisa, Akil meminta Hambit menyediakan Rp 3 miliar dalam bentuk dollar AS. Selanjutnya, pada 2 Oktober 2013, Nisa menemani Cornelis ke rumah Akil di Kompleks Widya Chandra, Jakarta untuk menyerahkan uang Rp 3 miliar.
Namun, saat Cornelis dan Nisa tiba di rumah Akil dan menunggu di teras rumah, petugas KPK datang. Cornelis, Nisa, dan Akil ditangkap sebelum serah terima uang terjadi.
Atas perbuatan itu, Hambit dan Cornelis dianggap melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.