Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berseberangan dengan Pemerintah, Ruhut Dukung Pembahasan RUU KUHAP-KUHP Dihentikan

Kompas.com - 20/02/2014, 19:14 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Ruhut Sitompul mengaku mendukung permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP-KUHP dihentikan. Menurut politisi Partai Demokrat itu, jika pembahasan RUU tersebut tetap dilanjutkan, maka akan membatasi kewenangan KPK dalam memberantas korupsi.

"Surat keberatan KPK betul aku dukung," kata Ruhut di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2014), saat dimintai tanggapan langkah KPK yang mengirimkan surat ke DPR dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar pembahasan kedua RUU itu dihentikan.

Ruhut menilai KPK justru harus dikuatkan. Ia menganalogikan KPK seperti anak gadis yang digemari semua orang. Kondisi itu berbeda dengan kepolisian dan kejaksaan, yang tak disukai karena kinerja pemberantasan korupsinya kurang maksimal.

"Misalnya lewat kepolisian dan kejaksaan bisa di SP3 (penghentian perkara), walaupun sudah masuk persidangan. Sedangkan di KPK sejak 2002, enggak ada yang pernah lolos. Kalau koruptor, ya koruptor," kata Ruhut.

Ruhut sadar sikapnya ini berseberangan dengan pemerintah. Namun, ia mengaku tak khawatir atas perbedaan pendapat itu. “Aku pendukung KPK. Ruhut kok berseberangan pemerintah? Boleh dong kalau aku pribadi. Aku bilang kalau sekarang (dibahas RUU usulan pemerintah), momennya kurang tepat," ujarnya.

Ruhut menambahkan, perbedaan pendapatnya itu didasari oleh pengalamannya selama bertahun-tahun sebagai pengacara. Dia mengklaim, selama menjadi kuasa hukum, dirinya tidak pernah membela seorang koruptor pun.

"Mereka tahu aku dekat dengan presiden. Mereka lihat aku vokal. Aku lawyer yang tidak pernah bela koruptor, narkoba, teroris. Boleh dicek," kata Juru Bicara Partai Demokrati itu.

Seperti diberitakan, KPK telah mengirimkan surat kepada DPR dan Presiden meminta pembahasan RUU KUHP/KUHAP dihentikan. KPK berdalih bahwa persoalan waktu yang singkat akan menjadi hambatan DPR dalam menyelesaikan kedua RUU itu. KPK berharap pembahasan kedua RUU itu dilakukan pemerintah dan DPR periode 2014-2019.

Selain itu, KPK juga keberatan substansi dari RUU KUHP yang masih memuat tindak pidana kejahatan luar biasa seperti korupsi. Padahal, jenis tindak pidana itu sudah diatur dalam undang-undang tersendiri. DPR sudah menerima surat yang disampaikan KPK. Namun, DPR bersama tim penyusun KUHP dari pemerintahan sepakat untuk tetap melanjutkan pembahasan sampai ada sikap resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com