Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu Gelar Perkara Iklan Kampanye Televisi Parpol dan Menteri

Kompas.com - 17/12/2013, 19:49 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akhirnya menindaklanjuti temuan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terkait iklan kampanye di televisi di luar jadwal. Senin (16/12/2013) Bawaslu melakukan gelar perkara untuk menemukan bukti pelanggaran kampanye yang dilakukan partai politik maupun perorangan.

"Kemarin kami melakuan gelar perkara di internal untuk memastikan (ada pelanggaran)," ujar anggota Bawaslu daniel Zuchron di Kantor Bawaslu, Selasa (17/12/2013).

Dia mengatakan, gelar perkara dilakukan terhadap bukti dari KPI. Bukti tersebut, kata dia, ada yang terkait pelanggaran yang dilakukan partai politik (parpol), ada pula yang dilakukan menteri. "Itu macam-macam buktinya. Ada yang menyangkut soal parpol, ada yang menyangkut individu pejabat negara," kata Daniel.

Tetapi, dia enggan menyebut menteri yang dimaksud. "Ya, nanti akan muncul," katanya.

Dituturkannya, Bawaslu menerima sekitar delapan data hasil rekaman iklan televisi yang direkam KPI. Menurutnya, data tersebut baru merupakan informasi awal yang dimilikinya. "Itu kemudian yang kita cari, kami sortir, kami kaji. Nah setelah dapatkan data itu kami kaji, periksa dan kami nilai data itu," lanjutnya.

Ia mengatakan, jika menemukan pelanggaran, Bawaslu akan meneruskan penegakan hukumnya kepada pihak yang berwenang. "Kalau pidana pemilu diteruskan ke kepolisian. Sedangkan kalau pelanggaran administrasi kami serahkan ke KPU (Komisi Pemiliham Umum)," kata Daniel.

Sebelumnya, KPI menegur dan memperingatkan enam stasiun televisi yang dinilai tidak proporsional dalam menyiarkan politik terkait pemilu 2014. Enam lembaga penyiaran itu terdiri dari RCTI, MNC TV, Global TV, ANTV, TV One, dan Metro TV.

"Enam lembaga penyiaran itu kami nilai tidak proporsional dalam penyiaran politik. Termasuk di dalamnya terdapat iklan politik yang menurut KPI mengandung unsur kampanye," kata Ketua KPI, Judhariksawan di Jakarta, Kamis (5/12/2013) lalu.

Enam stasiun televisi tersebut dinilai melanggar berdasarkan pengamatan melalui tiga aspek. Yakni dari unsur pemberitaan, penyiaran, dan iklan politik. Dalam mengawal pelaksanaan pemilu 2014, KPI pada 30 September 2013 telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh lembaga penyiaran. KPI meminta stasiun televisi menjaga netralitas dan tidak menggunakan frekuensi untuk kepentingan golongan tertentu. Apalagi pemilik beberapa stasiun televisi di Indonesia diketahui berafiliasi dengan partai politik.

Menurut Judhariksawan, bentuk pelanggaran yang dilakukan enam stasiun televisi tersebut bervariasi. Melalui pemberitaan, iklan politik, dan program acara. Stasiun televisi tersebut menayangkan ketiga unsur tersebut yang memuat kepentingan pemilik media yang berafiliasi dengan partai politik. Ketimbang iklan atau pemberitaan tentang partai politik yang lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com