JAKARTA, KOMPAS.com —
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar diduga menyamarkan aliran dana dari sejumlah pihak yang beperkara dalam sengketa pemilihan umum kepala daerah di Mahkamah Konstitusi. Transfer dari pihak-pihak yang diduga beperkara di MK itu dilakukan melalui rekening CV Ratu Samagat.

Menurut Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi SP, jika ada pihak-pihak yang menyetor ke rekening perusahaan yang dikendalikan keluarga Akil, KPK pasti mengecek keterkaitan pengiriman dana itu dengan kewenangan Akil selaku hakim konstitusi.

”Kalau dalam konstruksi TPPU (tindak pidana pencucian uang), penerima aliran dana sesuai Pasal 5 UU No 8/2010, kalau dengan sengaja atau patut diduga, mengetahui transfer itu diperoleh dari tipikor (tindak pidana korupsi), bisa dijerat dengan TPPU. Kalau ada kaitannya dengan tugas hakim di MK, baru kami lihat, apakah ini dilakukan dengan sengaja bahwa mereka yang menerima aliran ini mengetahui dana itu dari tipikor,” kata Johan, di Jakarta, Jumat (1/11).

Dikatakan, meski nama Akil tak ada dalam akta perusahaan, tetapi jika ditemukan kaitan transaksi aliran dana ke perusahaan itu terkait penanganan sengketa pilkada, mantan politikus Partai Golkar tersebut tetap bisa dijerat dengan TPPU.

Akil diduga menyamarkan aliran dana ke dirinya. Hampir seluruh aliran dana ke Akil ditransfer atau disetorkan ke rekening CV Ratu Samagat, yang dikendalikan istri Akil.

Sejumlah transfer dan setoran ke rekening CV Ratu Samagat antara lain dari pengacara Susi Tur Andayani sebesar Rp 500 juta dalam dua kali transaksi. Susi ditangkap KPK karena diduga sebagai pemberi suap terkait sengketa Pilkada Lebak. Aliran dana lain ke CV Ratu Samagat yang diduga terkait dengan sengketa pilkada juga dilakukan oleh Indra Putra dan Muchlis. Indra mentransfer RTGS sebesar Rp 2 miliar. Transfer diduga terkait proses sengketa Pilkada Kabupaten Kampar, Riau. Muchlis juga melakukan transfer RTGS sebesar 500 juta dan diduga terkait dengan sengketa Pilkada Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.

Transaksi aliran dana ke Akil oleh pihak yang tak terkait langsung dengan sengketa pilkada, tetapi diduga masih seputar proses penanganan perkara sengketa pilkada di MK, antara lain dilakukan Muchtar Effendy dan perempuan berinisial KL yang diduga istri ketua KPU provinsi di Sumatera. Muchtar tercatat melakukan transfer Rp 3.866.092.800, sementara KL tercatat melakukan transaksi tunai sebesar Rp 250 juta.

Pihak lain yang mirip KL adalah Yayah R yang tercatat melakukan transfer Rp 2 miliar. Yayah adalah anak buah Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang ditangkap KPK karena diduga menyuap Akil terkait sengketa Pilkada Lebak.

Selain transfer dan setoran tunai, Kompas juga memperoleh data terkait transaksi mencurigakan di rekening Akil, antara lain penukaran mata uang asing di PT Dolarindo Intravalas Primatama dengan jumlah Rp 45,8 miliar dalam 48 kali transaksi.

Orang dekat Akil juga ikut terlibat dalam sejumlah transaksi mencurigakan ke CV Ratu Samagat ini. Daryono, sopir Akil, tercatat melakukan setoran tunai Rp 9.363.300.000 dalam 23 kali transaksi. Sekretaris Akil, Yuanna Sisilia, melakukan setoran tunai dan transfer RTGS Rp 220 juta dalam tiga kali transaksi.

Namun, pengacara Akil, Tamsil Sjoekoer, membantah ada aliran dana ke rekening kliennya. Menurut dia, tak ada aliran dana ke rekening pribadi Akil. Ihwal transaksi berupa transfer atau setoran ke CV Ratu Samagat, menurut Tamsil, Akil tidak mengetahuinya. ”Pak Akil tak ada hubungannya dengan CV Ratu Samagat. Sesuai dengan akta pendiriannya, tak ada nama Pak Akil di sana,” katanya.

Sementara itu, KPK kemarin memeriksa Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri. ”Selain Lebak dan Gunung Mas, AM (Akil Mochtar) diduga menerima gratifikasi yang berkaitan dengan jabatannya selaku hakim konstitusi dalam penanganan Pilkada Empat Lawang dan Palembang,” kata Johan. (BIL)