Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Jemput Paksa Mantan Plt Panitera Pengadilan Industrial PN Bandung

Kompas.com - 06/09/2013, 20:17 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menjemput paksa mantan pelaksana tugas (plt) panitera muda Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Bandung, Ike Wijayanto, yang menjadi tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait pemenangan PT Onamba Indonesia dalam melawan gugatan serikat pekerja di tingkat kasasi, Jumat (6/9/2013). Ike dijemput paksa setelah tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. 

"Tadi penyidik KPK menjemput paksa tersangka IW terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam penanganan perkara di Bandung. IW adalah mantan plt panitera muda," kata Juru Bicara KPK Johan Budi.

Menurutnya, Ike dijemput tim penyidik KPK di kawasan rest area ketika dalam perjalanan menuju Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, dari Bandung, Jawa Barat. Dia mengatakan, penyidik sempat menjemput Ike ke PN Bandung, Jawa Barat, tetapi yang bersangkutan tidak ditemukan.

"Saat kita sampai di PN Bandung, yang bersangkutan menyampaikan akan ke KPK. Ketemunya di rest area, langsung dibawa ke KPK," ungkap Johan.

Sebelum dijemput, lanjutnya, penyidik KPK sudah tiga kali memanggil Ike untuk diperiksa. Namun, kata Johan, baik Ike maupun tim pengacaranya tidak menjawab panggilan pemeriksaan KPK tersebut.

"Surat panggilan sudah kita sampaikan. Dua kali confirm ke IW maupun pengacara, tidak ada jawaban. Tadi pagi confirm lagi, tidak ada jawab, jemput paksa di Bandung," tutur Johan.

Kini, Ike masih menjalani proses pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung KPK. Dia diketahui tiba di Gedung KPK sekitar pukul 18.20 WIB. KPK menetapkan Ike sebagai tersangka sekitar Desember tahun lalu.

Dia diduga menerima pemberian atau janji terkait dengan kepengurusan perkara PT Onamba Indonesia dalam melawan gugatan serikat pekerja di tingkat kasasi. Penetapan Ike sebagai tersangka ini merupakan pengembangan kasus yang menjerat hakim ad hoc untuk Pengadilan Hubungan Industrial Bandung, Imas Dianasari.

Imas divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung pada 30 Januari 2012 karena dianggap terbukti menerima suap senilai Rp 352 juta dari PT Onamba Indonesia dan mencoba menyogok hakim Mahkamah Agung dengan uang sebesar Rp 200 juta tentang putusan perkara industrial PT Onamba.

Kasus ini juga melibatkan Manajer Administrasi PT Onamba Odih Juanda dan Presiden Direktur PT Onamba Indonesia, Shiokawa Toshio. Saat bersaksi dalam persidangan Imas di PN Bandung beberapa waktu lalu, Odih mengatakan Ike sebagai orang pertama yang mengontak dan mengenalkannya dengan Imas pada 8 Oktober terkait perkara PT Onamba.

Itu selang sehari setelah kasus sengketa perburuhan di PT Onamba dilimpahkan Dinas Tenaga Kerja kabupaten Karawang ke PHI Bandung pada 6 Oktober 2010. Menurut Odih, Ike pernah meminta uang Rp 10 juta, sedangkan Imas meminta Rp 1 juta per buruh tergugat untuk imbalan majelis hakim.

Permintaan itu disetujui dan akan diserahkan saat mereka bertemu di Rumah Makan Sederhana, 6 November 2010. Odih pun mengaku sudah menyetor uang Rp 200 juta ke Imas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com