Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekayaan Jenderal Moeldoko Rp 36 Miliar Lebih

Kompas.com - 21/08/2013, 10:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS —
 Total harta kekayaan milik calon panglima TNI Jenderal Moeldoko yang tercatat dalam dokumen pengumuman laporan harta kekayaan penyelenggara negara di Komisi Pemberantasan Korupsi lebih dari Rp 36 miliar. Catatan kekayaan dilakukan 25 April 2012 saat Moeldoko menjadi Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional.

Jumlah itu terdiri dari harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan sebesar Rp 22,133 miliar, harta bergerak berupa alat transportasi mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp 1,7 miliar, peternakan Rp 1,2 miliar, serta logam mulia dan batu mulia senilai Rp 4,6 miliar. Harta bergerak lain berupa giro sebesar Rp 2,8 miliar dan 450.000 dollar Amerika Serikat (Rp 4,5 miliar). Moeldoko memiliki utang Rp 300 juta.

Helmy Fauzi, anggota Komisi I DPR yang sempat bertemu pimpinan KPK, memberikan apresiasi keterbukaan Moeldoko melaporkan kekayaannya. Menurut Helmy, hal ini perlu dicontoh pejabat negara yang lain.

”Tentang hubungan antara profil jabatan dan jumlah harta, itu urusan instansi terkait mencari tahu,” kata Helmy, Selasa (20/8/2013).

Uji kelayakan

Terkait uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan Komisi I DPR kepada Moeldoko yang saat ini menjabat Kepala Staf TNI AD, komitmen tentang akuntabilitas dan profesionalisme militer perlu ditekankan. Peneliti Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, jabatan panglima TNI saat ini relatif singkat, tidak sampai tiga tahun. Karena itu, perlu dipertanyakan, terobosan apa untuk rencana strategis yang sudah dicanangkan pemerintah.

”Soal profesionalisme dan keamanan perbatasan, apa yang akan dilakukan?” tanya Jaleswari.

Selain itu, Jaleswari juga menyatakan, masih ada pekerjaan rumah Panglima TNI, seperti penataan komando teritorial. Hal senada disampaikan Effendi Choirie, mantan anggota Komisi I DPR. Ia mengatakan, struktur TNI harus mengikuti Undang-Undang No 34/TNI yang mengatur tentang gelar pasukan gabungan. Penempatan dan strukturnya diprioritaskan di daerah konflik dan perbatasan, bukan mengikuti struktur pemerintahan sipil.

”Kultur TNI juga belum kultur pertahanan, masih sarat ekonomi, sosial, dan politik,” kata Effendi.

Effendi mengatakan, struktur TNI yang mengikuti struktur pemerintahan membuat TNI selalu tergoda mencampuri urusan politik, sosial, dan ekonomi. Ketidaknetralan TNI adalah realitas yang kerap ditemui.

”Kepercayaan kita terhadap netralitas tentara jadi kurang,” katanya.

Selain itu, calon Panglima TNI sebagai jabatan politis juga harus ada akuntabilitas dan transparansi soal harta kekayaan. Selain besarnya kekayaan, asalnya juga perlu diketahui. ”Jangan sampai nanti tiba-tiba meledak kekayaannya,” kata Effendi. (BIL/EDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com