Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramadhan di Arab Saudi

Kompas.com - 25/07/2013, 12:04 WIB

Muh. Ma'rufin Sudibyo*

KOMPAS.com - Sebagian umat Islam di Indonesia mendasarkan keputusan untuk berpuasa Ramadhan pada keputusan pemerintah Arab Saudi. Demikian pula umat Islam di mancanegara.  Dengan menyandang status sebagai negeri yang menjaga kedua kota suci, yakni Mekkah dan Madinah, dan memiliki akar sejarah teramat panjang ke masa-masa terawal Islam, menjadikan Arab Saudi memiliki tarikan magnetis nan kuat di kalangan negara-negara Islam/berpenduduk Muslim dan komunitas Muslim di segenap penjuru.

Pemerintah Arab Saudi melalui Majelis al-Ifta’ al-A’laa telah memutuskan puasa Ramadhan dimulai pada Rabu 10 Juli 2013. Dari perspektif kalender Masehi (Tarikh Umum), keputusan ini serupa dengan dengan Keputusan Menteri Agama di Indonesia. Perbedaannya, bagi Arab Saudi 1 Ramadhan 1434 H adalah bertepatan dengan Selasa 9 Juli 2013, maka puasa Ramadhan kali ini sesungguhnya dimulai pada tanggal 2 Ramadhan 1434 H.

Iklim

Sebagai tanah tempat lahir dan tumbuh kembangnya generasi Islam terawal melalui Nabi SAW dan para sahabat, sistem penanggalan Bulan pun telah digunakan bagi bangsa Arab era pra Arab Saudi sejak lebih dari 14 abad silam. Demikian pula di era Nabi SAW yang dikenal sebagai kalender Hijriah yang mengacu kepada peristiwa hijrah dari kota suci Mekkah menuju Madinah, meski namanya baru diformalkan di masa Umar bin Khattab atau 17 tahun setelah kalender berjalan.

Sementara, bentuk bakunya telah dinyatakan dalam 10 Zulhijjah 10 H, yakni pada saat haji wada atau hanya berselang tiga bulan kalender sebelum Nabi SAW berpulang.

Sebelum haji wada tersebut, kalender masih berupa kalender lunisolar, yakni kalender yang berdasarkan atas periode sinodis Bulan dengan periode tropis Matahari (yakni selang waktu dia natra dua kejadian Matahari menempati titik musim panas yang berurutan) dan diwujudkan dalam aturan Naasi’. Maka, meski kalender saat itu berbasis 12 bulan kalender, dalam waktu-waktu tertentu dapat berjumlah 13 bulan kalender. Ini merupakan upaya bangsa Arab untuk mengompensasi peredaran Bulan dengan perubahan musim yang dipengaruhi peredaran semu Matahari, mengingat aktivitas keseharian mereka (yakni peternakan dan perdagangan) sangat dipengaruhi dinamika musim sedangkan peredaran Bulan berpengaruh pada tatanan politis dalam wujud penentuan bulan-bulan kalender yang terlarang untuk berperang.

Imbas penggunaan Naasi’ tercermin pada tonggak-tonggak penting sejarah Islam seperti perang Badar, Uhud dan Parit yang hari kejadiannya berselisih dibandingkan prediksi hari yang merujuk konversi kalender Hijriah ke dalam kalender Masehi (Tarikh Umum). Bahkan, seandainya konversi tersebut didasarkan pada definisi hilal yang sahih dan reliabel berbasis kriteria Odeh.

Hal serupa pun masih terlihat dalam peristiwa pasca 10 H. Misalnya, berpulangnya Nabi SAW, yang dalam sejarah tercatat terjadi pada Senin 12 Rabiul Awwal 11 H. Sebaliknya, konversi kalender berbasis kriteria Odeh mengindikasikan hari Senin itu justru bertepatan dengan 14 Rabiul Awwal 11 H, atau berselisih dua hari.

Bagaimana bentuk Naasi’ belumlah benar-benar dapat dipahami cendekiawan falak masa kini, meski indikasinya mengarah pada adanya penerapan bulan kalender tambahan (bulan kabisat) setiap 3 tahun sekali.

Adanya Naasi’ membuat setiap analisis terkait waktu terhadap peristiwa-peristiwa sebelum tahun 10 H menjadi bias. Misalnya terkait fakta puasa Ramadhan di era Nabi SAW lebih banyak berlangsung 29 hari ketimbang 30 hari tidak bisa serta merta menjadi bukti tentang definisi hilal versi mana, atau dengan kata lain “kriteria” versi siapa, yang paling tepat.

Penentuan awal bulan kalender tetap berdasarkan pada terdeteksinya hilal, yang sesuai dengan konteks zamannya maka dilakukan dengan mengandalkan ketajaman mata tanpa bantuan alat-alat optik (yang saat itu belum ditemukan). Dan bangsa Arab zaman itu telah cukup memahami fase-fase Bulan dan perubahannya serta status-status Bulan yang berbeda-beda, termasuk sebagai hilaal. Maka, tatkala hilal terdeteksi, perukyatnya segera melapor ke Nabi SAW selaku otoritas keagamaan dan politik, sehingga Nabi SAW-lah yang memutuskan kapan berpuasa Ramadhan atau berhari raya.

Karakteristik iklim Arabia yang lebih dipengaruhi iklim gurun turut menunjang proses rukyat  hilal. Kita bisa melihatnya dengan membandingkan situasi kota suci Mekkah masa kini terhadap misalnya Jakarta dalam setahun Tarikh Umum. Mekkah hanya memiliki 12 hari hujan per tahun dengan kelembaban udara hanya 31 %. Bandingkan dengan Jakarta yang hari hujannya sampai 119 hari per tahun dan kelembaban udaranya sampai sebesar 61 %.

Dengan karakteristik aktivitas Matahari masa kini menyerupai aktivitas 14 abad silam dan tiadanya gangguan yang dapat memicu cuaca ekstrim dan hambatan lebih besar bagi cahaya, maka dapat dikatakan bahwa dinamika iklim masa kini relatif setara dengan masa 14 abad silam. Inilah faktor yang mungkin membuat proses pengamatan Bulan bangsa Arab masa itu menjadi lebih mudah, demikian pula rukyat hilal.

Perbedaan penetapan awal Ramadhan pada bangsa Arab mulai terjadi sejak era Dinasti Umayyah seperti terekam dalam hadis Kuraib. Hadis ini mendeskripsikan 1 Ramadhan 53 H bagi Damaskus (Syria sekarang), pusat Dinasti Umayyah, dimulai pada hari Jumat berdasarkan rukyat  hilaal yang dilakukan khalifah Muawiyah dan penduduknya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com