JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar mengajukan uji materi Pasal 268 Ayat (3) UU KUHAP ke Mahkamah Konstitusi. Antasari yang menjadi terpidana dalam kasus pembunuhan Direktur Utama PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnain mengajukan permohonan karena di dalam pasal tersebut dibatasi jika Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu kali.
Menurut pakar hukum pidana Romli Atmasasmita, permohonan Penijauan Kembali merupakan saran hukum yang dapat dilakukan oleh seorang terpidana untuk memperoleh keadilan. "Saya tegaskan bahwa permohonan PK bukan kewajiban melainkan hak terpidana sepanjang hayatnya menjalani pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan sekalipun terpidana berada pada masa akhir menjalani pidananya," kata Romli, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan Antasari di MK, Selasa (4/6/2013).
Romli mengungkapkan, PK memiliki sifat yang luar biasa. Sifat luas biasa tersebut diatur di dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a,b,c UU KUHAP. Sifat luar biasa itu harus dipahami dari aspek sociological jurisprudence (Pound) dan pragmatic legal realism (Ehrlich). Sehingga, lanjut Romli, keberadaan ketentuan Pasal 263 UU KUHAP dapat mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang dilandaskan pada Pancasila.
"Ketiga alasan PK merupakan sarana hukum untuk mengubah nasib terpidana dan merupakan upaya memuliakan harkat martabat sesamanya sekalipun dalam status terpidana," ujarnya.
Dalam persidangan hari ini, Antasari, menurut rencana, akan menghadirkan tiga saksi ahli. Selain Romli, dirinya berencana menghadirkan ahli teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung, Agung Harsoyo, dan ahli Pasal Peninjauan Kembali, Muchtar Pakpahan. Namun, Muchtar tidak dapat menghadiri persidangan lantaran terjebak macet.
Hakim Konstitusi yang memimpin persidangan, Akil Mochtar, akhirnya kembali menunda persidangan setelah mendengarkan keterangan dari para saksi. Sidang ditunda sampai 20 Juni 2013.
Dalam persidangan sebelumnya, Rabu (15/5/2013), DPR dan pemerintah menegaskan bahwa ketentuan yang membatasi PK satu kali telah sejalan dengan UUD 1945. Salah satunya, sesuai dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Menurut anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani, pengajuan PK yang tidak dibatasi akan menghadirkan kerugian bagi pencari keadilan. Pasalnya, jika dibuka, maka berpeluang untuk lebih dari satu kali, selain melanggar UU, juga akan mengakibatkan perkara menjadi panjang dan berakhir tanpa ujung. Ketentuan tersebut sesuai dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Berdasarkan asas itu, hakim agung termotivasi untuk menyelenggarakan sidang PK dengan penuh kehati-hatian dan kecermatan. Antasari divonis 18 tahun penjara atas perkara pembunuhan berencana Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Saat ini, Antasari mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang untuk menjalani hukumannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.