Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Ahli Antasari: PK Dapat Diajukan Lebih 1 Kali

Kompas.com - 04/06/2013, 21:08 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar mengajukan uji materi Pasal 268 Ayat (3) UU KUHAP ke Mahkamah Konstitusi. Antasari yang menjadi terpidana dalam kasus pembunuhan Direktur Utama PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnain mengajukan permohonan karena di dalam pasal tersebut dibatasi jika Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu kali.

Menurut pakar hukum pidana Romli Atmasasmita, permohonan Penijauan Kembali merupakan saran hukum yang dapat dilakukan oleh seorang terpidana untuk memperoleh keadilan. "Saya tegaskan bahwa permohonan PK bukan kewajiban melainkan hak terpidana sepanjang hayatnya menjalani pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan sekalipun terpidana berada pada masa akhir menjalani pidananya," kata Romli, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan Antasari di MK, Selasa (4/6/2013).

Romli mengungkapkan, PK memiliki sifat yang luar biasa. Sifat luas biasa tersebut diatur di dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a,b,c UU KUHAP. Sifat luar biasa itu harus dipahami dari aspek sociological jurisprudence (Pound) dan pragmatic legal realism (Ehrlich). Sehingga, lanjut Romli, keberadaan ketentuan Pasal 263 UU KUHAP dapat mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang dilandaskan pada Pancasila.

"Ketiga alasan PK merupakan sarana hukum untuk mengubah nasib terpidana dan merupakan upaya memuliakan harkat martabat sesamanya sekalipun dalam status terpidana," ujarnya.

Dalam persidangan hari ini, Antasari, menurut rencana, akan menghadirkan tiga saksi ahli. Selain Romli, dirinya berencana menghadirkan ahli teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung, Agung Harsoyo, dan ahli Pasal Peninjauan Kembali, Muchtar Pakpahan. Namun, Muchtar tidak dapat menghadiri persidangan lantaran terjebak macet.

Hakim Konstitusi yang memimpin persidangan, Akil Mochtar, akhirnya kembali menunda persidangan setelah mendengarkan keterangan dari para saksi. Sidang ditunda sampai 20 Juni 2013.

Dalam persidangan sebelumnya, Rabu (15/5/2013), DPR dan pemerintah menegaskan bahwa ketentuan yang membatasi PK satu kali telah sejalan dengan UUD 1945. Salah satunya, sesuai dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Menurut anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani, pengajuan PK yang tidak dibatasi akan menghadirkan kerugian bagi pencari keadilan. Pasalnya, jika dibuka, maka berpeluang untuk lebih dari satu kali, selain melanggar UU, juga akan mengakibatkan perkara menjadi panjang dan berakhir tanpa ujung. Ketentuan tersebut sesuai dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Berdasarkan asas itu, hakim agung termotivasi untuk menyelenggarakan sidang PK dengan penuh kehati-hatian dan kecermatan. Antasari divonis 18 tahun penjara atas perkara pembunuhan berencana Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Saat ini, Antasari mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang untuk menjalani hukumannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com