Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parpol Pengguna Dana Haram Perlu Didiskualifikasi

Kompas.com - 23/05/2013, 22:14 WIB
Nina Susilo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Semestinya ada sanksi tegas untuk partai-partai politik yang menggunakan dana hasil korupsi atau tindak pidana pencucian uang. Selain membawa efek jera, parpol terdorong untuk mengelola keuangannya dengan akuntabel dan transparan.

Hal itu disampaikan Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang dan Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow secara terpisah, Kamis (23/5/2013) di Jakarta.

"Tanpa sanksi tegas seperti pembubaran partai atau diskualifikasi parpol dari kesertaan dalam pemilu, parpol tak akan kapok menggunakan dana dari sumber-sumber ilegal," tutur Sebastian.

Jeirry menambahkan, para politikus di DPR memang membuat aturan yang melindungi partai masing-masing. Karenanya, tidak ada aturan yang mengharuskan audit keuangan partai politik, apalagi sanksi bagi parpol yang menggunakan dana hasil tindak pidana.

"Kenapa tidak ada aturan audit keuangan partai? Sebab mereka tahu seperti apa pengelolaan uang parpol. Bahkan bendahara partai bisa mengaku tidak mengetahui dari mana sumber dana untuk kegiatan parpol dan penggunaannya," kata Jeirry.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, menurut anggota KPU Arief Budiman, sudah mengatur dana kampanye yang boleh digunakan peserta pemilu. Dana kampanye tidak boleh berasal dari pihak asing, keuangan negara, dan ada sumber-sumber tak jelas. Ditegaskan pula bahwa sumbangan dari pihak lain yang sah adalah dana yang tidak berasal dari tindak pidana dan tidak mengikat.

Ketika peserta pemilu, baik parpol maupun calon anggota DPD, menerima dana yang bersumber dari tindak pidana, pemberi dana bisa dihukum pidana paling lama penjara dua tahun dan denda. Peserta pemilu yang terbukti menggunakan dana tidak sah pun bisa dipidana maksimal tiga tahun penjara dan denda maksimal Rp 36 juta.

Namun demikian, menurut Arief, sanksi pidana ini sulit diimplementasikan apabila peserta pemilu adalah partai politik. Sanksi pidana hanya mengenai individu. Selain itu, untuk menyatakan peserta pemilu menggunakan dana haram, diperlukan putusan berkekuatan hukum tetap. KPU pun harus menunggu pembuktian korupsi atau tindak pidana pencucian uang oleh KPK atau PPATK.

Ketika ada kekosongan peraturan ini, kata Salang, semestinya ada keberanian dari KPU untuk membuat ketentuan tegas. Sebab, ruang untuk menerapkan sanksi tegas masih ada. KPU bisa mendorong pembubaran parpol ke pengadilan apabila parpol tersebut terbukti menggunakan dana hasil tindak pidana. Apalagi, sepanjang bisa dibuktikan menggunakan dana haram, parpol bisa dibekukan.

Parpol bisa dianggap sebagai korporasi seperti diatur dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Jika demikian, parpol pun bisa didiskualifikasi dari kesertaan sebagai peserta pemilu.

Selain itu, kata Jeirry, partai-partai politik perlu dipaksa membuat pembukuan keuangan secara benar. Pembukuan ini harus diaudit sehingga parpol di Indonesia bisa benar-benar demokratis, transparan, dan akuntabel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com