Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Delapan Tahun 10 TKI Tewas Ditembak di Malaysia

Kompas.com - 22/06/2012, 09:37 WIB
Suhartono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia terkesan abai dengan aksi main tembak yang dilakukan oleh Polisi Kerajaan Malaysia terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) selama delapan tahun terakhir ini.

Dalam catatan anggota Komisi IX DPR bidang tenaga kerja dan kesehatan Rieke Diah Pitaloka, hingga saat ini setidaknya 10 TKI tewas mengenaskan tertembus timah panas polisi dari negara yang menyebut jiran (tetangga) tersebut. Kasus terakhir adalah tewasnya tiga TKI bernama Sumardiono (34 tahun), Marsudi (28 tahun) dan Hasbullah (25 tahun), pekan ini. "Berdasarkan pemeriksaan tubuh korban, Marsudi dan Hasbullah mengalami dua luka tembak di bagian dada, sedangkan Sumarjono mengalami satu luka tembak di dada. Mereka ditembak karena dianggap melakukan tindakan kriminal karena memotong pagar besi di sebuah rumah di distrik Gombak, Selangor, Malaysia, baru-baru ini," ujar Rieke kepada Kompas, Jumat (22/6/2012) pagi ini.

Padahal, sebelumnya, kata mantan aktris ini, sudah terjadi kasus penembakan yang sama oleh polisi Malaysia. "Dari data-data yang berhasil dihimpun, 9 Maret 2005, empat TKI asal Flores, Nusa Tenggara Timur, bernama Gaspar, Dedi, Markus dan Reni secara brutal ditembak mati. Pada 16 Maret 2010, tiga TKI asal Sampang, Madura bernama Musdi, Abdul Sanu dan Muklis ditembak juga oleh Polisi di Danau Putri, Kuala Lumpur," urai Rieke.

Kemudian, tanggal 24 Maret 2012, tiga TKI asal NTB, bernama Herman, Abdul Kadir Jaelani dan Mad Noon ditembak oleh Polisi Malaysia di Port Dickson. "Belajar dari ketiga kasus di atas, terkesan pemerintah Indonesia tidak menunjukkan sikap tegas terhadap tindakan represif aparat Malaysia yang melanggar hak asasi manusia. Pemerintah juga tidak peduli dengan nasib TKI yang ikut memberikan tambahan devisa bagi ekonomi negeri ini," keluh Rieke.

Kelemahan pemerintah Menurut Rieke, pasal 5 Konvensi Wina 1963 menyebutkan tugas konsuler adalah melindungi kepentingan negara pengirim TKI dan kepentingan warganegaranya. "Apakah TKI yang tewas itu berdokumen atau tidak berdokumen? Saya kira, tidak relevan ketika rakyat mati ditembak di negara lain, lalu titik berat persoalannya dialihkan kepada dokumen yang dibawanya. Lalu, dipersoalkan lagi apakah dokumennya resmi atau tidak? Jika hal ini yang jadi pokok penyelidikan pemerintah, tentu hanya akan semakin memperlihatkan kelemahan pemerintah," lanjut Rieke.

Rieke menegaskan, seandainya para TKI tersebut tidak berdokumen tentu DPR akan bisa bertanya, kenapa mereka bisa keluar Indonesia? "Bukankah yang punya wewenang mengeluarkan dokumen adalah pemerintah sendiri melalui Imigrasi. Jadi, ini kesalahan pemerintah sendiri. Dan, setelah mereka ditembak, pemerintah juga tidak melakukan apa-apa," jelas Rieke lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com