JAKARTA, KOMPAS.com — Guru Besar Emeritus Universitas Airlangga Soetandyo Wignyosoebroto memenangi Yap Thiam Hien Award 2011. Soetandyo dinilai memiliki komitmen dan kredibilitas yang tinggi dalam upaya-upaya pembelaan dan perlindungan hak asasi manusia untuk masyarakat Indonesia.
Pengumuman peraih penghargaan itu disampaikan Ketua Penyelenggara Yap Thiam Hien Award 2011 Todung Mulya Lubis dan Siti Musdah Mulia selaku dewan juri di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Rabu (14/12/2011) malam. Todung mengatakan, Soetandyo layak mendapatkan anugerah ini karena banyak membuka mata orang tentang realitas sosiologis HAM.
"Keberpihakannya pada HAM adalah cermin sikapnya yang lebih membela sosial justice ketimbang legal justice. Dia lebih melihat hukum dalam konteks responsive low yang harus berpihak pada keadilan. Sikapnya tegas, tetapi tidak terkesan konfrontatif," ujar Todung.
Menurut pengacara senior ini, Soetandyo mengawali perjuangannya terhadap HAM sejak bergabung di Komnas HAM tahun 1993 hingga 2002. Pria kelahiran 19 November 1932 itu tidak pernah kehilangan perspektif dan konsisten untuk membela yang lemah.
"Sikapnya tegas, tetapi tidak terkesan konfrontatif. Saya sendiri sebagai aktivis HAM pada masa itu terkadang tidak terlalu sabar menghadapi beliau. Tetapi, itulah karakter seorang guru sejati. Dia tidak mengajak lawannya berkelahi. Dia menyadarkan lawannya bahwa kebenaran itu harus diuji dan dibela," kata Todung.
Salah satu dewan juri pemilihan, Siti Musdah Mulia, menambahkan, Soetandyo dipilih karena memenuhi semua syarat, seperti komitmen tinggi terhadap HAM dan peduli terhadap persoalan rakyat kecil. Persoalan itu di antaranya adalah kasus penggusuran pedagang kaki lima (PKL) yang mangkal di depan rumahnya di kawasan Kampus Unair, Surabaya, penyelesaian kasus lumpur Lapindo, hingga menjadi saksi ahli dalam sejumlah kasus pelawanan tukang becak dan warga miskin kota melalui jalur hukum.
"Di masa pensiunnya, Bapak (Soetandyo) ini tidak lantas berhenti dari beraktivitas. Perjuangannya di tataran pola pikir telah mampu memberikan alternatif lain yang mendukung terjadi berbagai perubahan pandangan hukum," kata Siti.
Soetandyo menganggap penghargaan yang diberikan kepadanya sebagai penghormatan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Menurut dia, penghargaan tersebut adalah beban berat yang harus dipikulnya untuk tetap meneruskan perjuangannya bagi masyarakat Indonesia.
"Perjuangan itulah suatu masa depan jutaan manusia yang mereka itu tak mesti cuma eksis dalam lingkup kehidupan nasional, dengan hak-hak yang dijamin sebagai hak konstitusional, melainkan juga suatu masa depan manusia dengan jaminan hak-hak yang pasti akan lebih bersifat universal," kata Soetandyo.
Soetandyo terpilih dari 24 nomine lainnya melalui sidang dewan juri yang terdiri atas mantan Duta Besar RI untuk PBB di Geneva Makarim Wibisono, dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Siti Musdah Mulia, Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Saparinah Sadli, mantan hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan, jurnalis enior Kompas Maria Hartiningsih, dan Ketua Yayasan Yap Thiam Hien Todung Mulya Lubis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.