Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marzuki: Moratorium untuk Pembenahan

Kompas.com - 22/06/2011, 12:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie mengatakan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) harus melakukan pembenahan dengan mempersiapkan para tenaga kerja dengan ilmu pengetahuan yang lengkap, sebelum melakukan moratorium. Hal ini dinilainya penting agar para tenaga kerja memiliki modal ketika menjadi pekerja di negeri orang. Para calon TKI, kata Marzuki, juga harus mempelajari budaya di negara tujuan.

"Moratorium ini kita maksudkan untuk pembenahan yang betul-betul dilakukan secara sinergi antarinstitusi, antarlembaga yang berkaitan, yaitu Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI, dan Kemenlu. Sehingga yang berangkat nantinya betul-betul TKI yang sudah sangat selektif, betul-betul bisa memahami budaya dan kebiasaan dari pada masyarakat di negara ketika TKI itu ditempatkan," ujar Marzuki, di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Rabu (22/6/2011).

Selain itu, menurutnya, BNP2TKI perlu melakukan pembenahan saat tahap ekskusi pengiriman. Pembenahan itu di antaranya termasuk meyakinkan para TKI bahwa tidak akan terjadi hal-hala yang mengakibatkan kekerasan terhadap mereka.

"BNP2TKI menyangkut eksekusi artinya penempatan, dalam kaitannya mulai dari perekrutan, penyiapan diri TKI, bagaimana seleksi, bagaimana pelatihan dan sebagainya. Sehingga TKI siap untuk dikirimkan. Lalu, masalah perlindungannya, yaitu menyangkut ikatan perjanjian dan agar TKI yang berangkat ke luar negeri itu, yakin bahwa tidak akan mengalami hal-hal yang melanggar hukum," imbuhnya.

Pascahukuman pancung yang dijatuhkan kepada TKI Ruyati di Arab Saudi, pemerintah mendapat lima rekomendasi dari DPR terkait moratorium TKI ke negara-negara yang belum menandatangani perjanjian perlindungan tenaga kerja. Salah satunya Arab Saudi, tempat TKW Indonesia, Ruyati di hukum pancung pada Sabtu lalu. Ruyati dihukum karena membunuh seorang perempuan Arab Saudi, kata Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi. Peristiwa Ruyati ini menjadi penguat bagi DPR untuk mengajukan moratorium dan pembenahan dari institusi negara terkait pengiriman TKI.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Nasional
    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Nasional
    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Nasional
    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Nasional
    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Nasional
    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Nasional
    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Nasional
    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Nasional
    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Nasional
    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Nasional
    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Nasional
    Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Nasional
    'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

    "Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com