Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibas Sindir Mahfud MD

Kompas.com - 20/06/2011, 17:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro mengatakan, partainya tidak akan memecat salah satu kadernya, Andi Nurpati, yang saat ini tengah dirundung kasus dugaan pemalsuan dokumen Mahkamah Konstitusi. Partai Demokrat, katanya, menganut asas praduga tak bersalah. Pada kesempatan tersebut, Ibas, demikian Edhie biasa disapa, mempertanyakan mengapa kasus yang terjadi pada tahun 2009 baru dilaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD ke aparat penegak hukum. Ibas mengatakan, Mahfud seperti memiliki niat yang  berlatar politis.

"Kalau saya melihat ini kembali dibuka, kan ini sama saja melihat permasalahan yang seharusnya sudah selesai dari dulu. Menurut saya, ini tidak bagus apabila jika kita terus berlarut-larut. Apalagi terkesan politis sekali terhadap salah satu kader Partai Demokrat," kata Ibas kepada para wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (20/6/2011).

Ibas menambahkan, Partai Demokrat menyerahkan penyelesaian kasus ini kepada kepolisian. Jika kepolisian pada akhirnya tidak menemukan adanya bukti yang dapat menyeret Andi ke ranah hukum, Ibas meminta tak ada lagi pihak yang terus menggulirkan kasus ini.

Sementara itu, seperti diwartakan, Kepolisian Negara RI didesak segera melakukan langkah konkret untuk menindaklanjuti dugaan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi. Integritas polisi dipertaruhkan dalam kasus ini, terutama karena kasus pemalsuan surat tersebut diduga melibatkan pejabat di partai penguasa.

"Polisi jangan melihat dia (Andi Nurpati) adalah pejabat di partai politik yang sedang berkuasa. Kalau demikian, anggapan bahwa selama ini mereka hanya memproses orang-orang kecil menjadi benar adanya," kata ahli hukum pidana Universitas 45, Makassar, Marwan Mas, Sabtu (18/6/2011) malam.

Desakan serupa juga diungkapkan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenal Arifin Mochtar. Menurut Marwan, keseriusan polisi dalam menangani kasus itu akan menjadi pijakan dalam menangani kasus serupa pada pemilu selanjutnya. Pasalnya, hal itu merupakan kejahatan konstitusi yang membahayakan demokrasi dan penegakan hukum. Menurut Zaenal Arifin Mochtar, polisi bisa mengadukan hal itu ke Ombudsman RI jika polisi tidak segera menunjukkan langkah konkret. Tidak diprosesnya laporan pengaduan selama setahun lebih itu bisa dianggap sebagai tindakan menunda-nunda.

Mahkamah Konstitusi (MK) melaporkan dugaan pemalsuan surat MK sejak 12 Februari 2010, yang diduga melibatkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, saat itu. Laporan itu disampaikan Panitera MK saat itu, Zainal Arifin Hoesein. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjutnya. Zainal Arifin Hoesein, saat dikonfirmasi Jumat pekan lalu, mengaku belum mendapat surat panggilan untuk dimintai keterangan terkait dengan laporannya. Kemarin, mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi mengaku kediamannya pernah digunakan untuk membuat konsep surat oleh Masyhuri Hasan, juru panggil MK, yang diberhentikan terkait dengan kasus tersebut.

Hasil Tim Investigasi Internal MK yang diketuai Abdul Mukhtie Fajar mencurigai keterlibatan Arsyad, tetapi dengan tegas Arsyad membantahnya. Ia juga membantah dugaan keterlibatan putrinya, Neshawaty.

Seperti diberitakan sebelumnya, surat palsu dibuat bertanggal 14 Agustus 2009. Surat itu menyatakan ada penambahan suara untuk Partai Hanura di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I (Kabupaten Gowa, Takalar, dan Jeneponto). Padahal, sesuai dengan amar putusan MK pada perkara 084/PHPU.C/2009 yang dimohon Partai Hanura, bukan penambahan suara, melainkan jumlah suara (perolehan suara). Saat ini, tutur Marwan, merupakan masa-masa Partai Demokrat membersihkan diri. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com