Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK: Yang Salah Kita, Bukan Pancasila

Kompas.com - 14/06/2011, 18:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, Indonesia memang masih memegang teguh Pancasila. Namun menurutnya, hal itu hanya di level negara, tidak dengan warga negara. Menurutnya, masyarakat saat ini cenderung melupakan falsafah-falsafah Pancasila. Hal tersebut disampaikan Kalla saat menghadiri diskusi bertajuk "Revitalisasi Negara terhadap Pancasila, Masihkah Indonesia Bangsa yang Pancasilais" di Jakarta, Selasa (14/6/2011).

"Kalau ditanya apakah negara kita masih Pancasilais? Jawabannya, negara iya, masih Pancasilais. Pancasila sebagai mantera bagi negara ini. Itu sangat sakti sehingga disebut Kesaktian Pancasila. Namun yang salah dari negeri ini bukan Pancasilanya, melainkan kitanya (warga negara)," ujar Kalla. Ia melanjutkan bahwa melupakan Pancasila menyebabkan terjadinya ketidakadilan, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik.

Senada dengan Kalla, Ketua Umum Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (Ketua Umum Ormas MKGR) Priyo Budi Santoso menggunakan istilah "mabuk" untuk menggambarkan kondisi bangsa saat ini. Hal ini, menurutnya, diakibatkan berbagai masalah yang menghantam keutuhan bangsa. Kondisi ini terjadi karena masyarakat dinilai melupakan Pancasila. Ia berharap, Pancasila ditelaah lebih jauh lagi agar dapat dijadikan pembelajaran dan diskusi ke depan di tengah masyarakat, terutama oleh generasi penerus bangsa.

"Negara kita ini sedang mabuk. Mabuk dengan berbagai persoalan, dari soal agama, perbedaan, sampai persoalan politik. Apa yang menyebabkan demikian? Kita melupakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pancasila silanya tetap lima, tak ada yang berubah. Namun, negara ini makin ke sini merosot karena adanya berbagai persoalan bangsa," kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar itu.

Dalam kesempatan yang sama, politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Pramono Anung, mengatakan bahwa masalah-masalah antipluralisme menunjukkan mengapa Pancasila harus ditegakkan. Rakyat sendiri, lanjutnya, cenderung tidak menghargai bangsanya lewat penerapan Pancasila.

"Sikap diskriminatif tidak boleh ada dalam republik ini. Pancasila sebagai sebuah ideologi, sementara orang tidak menerapkannya. Bagaimana kita menerapkan Pancasila? Kelemahan bangsa kita adalah keadilan. Adil terhadap negeri sendiri. Kita tidak pernah belajar untuk menghargai bangsa ini," ucapnya.

Menyikapi rakyat yang sampai saat ini belum mendapatkan kesejahteraan dan keadilan seperti yang diamanatkan Pancasila, menurutnya, hal itu terjadi karena ada pemimpin yang hanya sibuk dengan pencitraan diri. Hal ini mengakibatkan rakyat terlupakan. Rakyat, ujarnya, telah mabuk pula dengan berbagai persoalan bangsa ini, seperti berbagai tindak kekerasan atas nama agama dan kemelaratan rakyat secara ekonomi yang tidak menunjukkan perubahan signifikan.

"Kita negara kaya. Pemimpin harusnya tidak perlu takut dengan citranya, tetapi percaya dengan apa yang dikerjakannya untuk rakyat. Ujungnya, harus ada kesejahteraan rakyat. Jangan ketika mau ada Pemilu, kemudian ada bantuan langsung tunai (BLT). Tidak bisa dengan cara itu. Coba kalau Pak Jusuf Kalla jadi Presiden, pasti persoalan-persoalannya tidak begini. Termasuk untuk urus Nazaruddin, kalau dia ada di Golkar, dan Pak JK Ketum Golkar, pastilah (Nazaruddin) langsung dipecat," tandas Pramono sambil tertawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com