JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai-nilai Pancasila dinilai belum diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Meski, negara ini telah mencecap 66 tahun kemerdekaan. Bahkan, sejak memasuki era reformasi tahun 1998, banyak kendala psikologis dalam membahas Pancasila. Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Olahraga Karate-Do Indonesia (PB Forki), Hendardji Soepandji dalam Sarasehan Nasional I : Refleksi Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung Joang, Jakarta, Senin (6/6/2011). Menurutnya, hal tersebut membuat Pancasila semakin memudar dari realitas kehidupan saat ini.
"Apalagi, sejak bubarnya BP7 dan dihapuskannya P4 sesuai dengan TAP MPR No. XVIII/MPR/1998, karena itu berakibat kepada pendidikan politik bangsa menjadi menurun, dan tidak menentu. Padahal, seharusnya, periode reformasi yang sudah berlangsung hampir 14 tahun ini kita gunakan untuk menarik pelajaran berharga dari periode sebelumnya," ujar Hendardji.
Salah satu cara untuk menjalankan langkah-langkah kenegaraan yang sesuai dengan nilai Pancasila, lanjut Hendardji, yakni secepat mungkin membuat perubahan untuk memenuhi kebutuhan rakyat seperti diamanatkan dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Ia menilai, saat ini perubahan yang dilakukan oleh pemerintah tidak terlalu berjalan dengan optimal. Sehingga dalam kenyataannya, pelajaran berharga di masa lalu tersebut tidak dijadikan cambuk untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
"Kita lihat saja kejadian-kejadian yang masih mengental dalam keseharian kita. Misalnya, masih saja terjadi konflik yang bernuansa agama, tawuran anak sekolah, kekerasan, korupsi, kemiskinan. Dari masalah-masalah ini ada kesan yang dirasakan, tetapi tidak terucap oleh rakyat banyak pada tingkat akar rumput. Bahwa mereka memang tidak merasakan adanya pancasila," jelasnya.
Hendardji menambahkan, nilai Pancasila juga harus menjadi landasan kokoh dalam pembentukan karakter bangsa. Ia menuturkan, di tengah kehidupan masyarakat yang pruralistik, baik dari segi agama, kebudayaan, adat istiadat, dan etnis, peranan Pancasila mempunyai nilai-nilai kultural yang mampu mempersatukan kemajemukan tersebut.
"Pancasila dalam keseluruhan konteks pembukaan UUD 1945, harus menjadi rujukan bagi seluruh peraturan perundang-undangan serta kebijakan eksekutif yang akan diputuskan oleh negara ini. Dalam artian, seluruh peraturan-peraturan tersebut telah menyimpang dari pembukaan UUD 1945, maka peraturan itu bersifat batal demi hukum atau dapat dibatalkan," katanya.
Selain itu, menurutnya, perlu juga dibentuk lembaga-lembaga kajian Pancasila yang bertugas mendalami serta menjabarkan visi Pancasila yang mengikuti perkembangan zaman, serta untuk memecahkan berbagai problem bangsa saat ini. Menurutnya, dari lembaga tersebut dapat diciptakan sebuah model yang tepat untuk mengajarkan Pancasila sesuai dengan tingkatan dan kelompok masyarakat.
"Jadi, Pancasila adalah harga mati yang harus dilaksanakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Dengan bentuk sosialisasi yang benar, maka dasar pancasila akan terimplementasi dengan sempurna, sehingga di masa depan nanti mampu tercipta bangsa yang berkarakter, berintegritas, bermatabat dan mandiri yang terbentuk dari peradaban yang sehat," tukasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.