Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Albertina Dijagokan Tangani Kasus Hakim

Kompas.com - 05/06/2011, 17:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch  mengkhawatirkan adanya sifat ewuh pakewuh (merasa tidak enak) di antara sesama penegak hukum dalam proses peradilan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin, yang diduga terlibat dalam kasus suap. Oleh karena itu, ICW mendesak Mahkamah Agung  untuk menunjuk hakim yang memiliki jejak rekam yang bersih dalam menangani kasus tersebut.

"Kami khawatirkan adanya sikap ewuh pakewuh karena mengadili teman sendiri dalam kasus hakim Syarifuddin ini," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, Minggu (5/6/2011), di kantor ICW, Jakarta. Febri berharap saat kasus Syarifuddin dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, tiga hakim ad hoc yang ditunjuk Mahkamah Agung (MA) adalah hakim yang bersih.

Salah satu yang dijagokan adalah hakim perkara mafia hukum dan pajak Gayus Tambunan, Albertina Ho. "Di Pengadilan Tipikor ada dua hakim karier yang berasal dari hakim Jakarta Pusat. Dan tiga hakim ad hoc. Hakim ad hoc ini kami harapkan dipilih yang memiliki track record clear meski mengadili sesama hakim, seperti Albertina Ho," ujar Febri.

Albertina Ho merupakan sosok yang banyak disorot manakala menangani perkara mafia hukum dan pajak Gayus Halomoan Tambunan. Dalam menyibak kasus itu, Albertina tak segan mencecar mantan hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Muhtadi Asnun, yang terlibat dalam praktik mafia hukum. Dengan kapabilitas itu, Albertina diyakini bisa menjadi hakim yang adil dalam perkara dugaan suap hakim Syarifuddin.

Selain itu, Febri juga meminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk tidak pandang bulu dalam menuntut Syarifuddin. "JPU jangan basa-basi dan harus menuntut sangat tinggi seperti halnya kasus Urip Tri Gunawan. Tidak ada maaf bagi penegak hukum yang melakukan korupsi," tuturnya.

Menurut Febri, motif korupsi belakangan  ini sudah mulai berubah. Jika dulu, orang melakukan korupsi karena kebutuhan, sekarang karena keserakahan. "Sebelumnya ada corruption by need, tetapi sekarang korupsi karena rakus atau corruption by greed, padahal mereka sudah diberi renumerasi sehingga harus diberi sanksi sangat berat," kata Febri.

Di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), hukuman bagi hakim Syarifuddin beserta koleganya apabila terbukti terlibat suap bisa mencapai 20 tahun penjara. "JPU harus maksimal menuntut dan hakim nantinya juga maksimal menghukum," ujar  Febri.

Seperti diberitakan, hakim Syarifuddin pada Rabu pukul 22.00 WIB ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di kediamannya di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Dalam penangkapan itu ditemukan uang Rp 250 juta. Selain Syarifuddin, ditangkap pula kurator PT Sky Camping Indonesia (SCI), Puguh Wirawan, di kawasan Pancoran. Puguh Wirawan dan Syarifuddin diduga terlibat dalam perkara PT SCI .Syarifuddin sendiri merupakan sosok hakim yang dikenal piawai dalam hukum niaga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com