Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Dalami Kasus Lain Hakim S

Kompas.com - 03/06/2011, 11:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin, memiliki sejumlah catatan terkait perjalanan kariernya dalam menangani sejumlah kasus. Salah satunya memvonis bebas terdakwa kasus dugaan korupsi, Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin Najamuddin, dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, 24 Mei 2011. Agusrin dibebaskan atas tuduhan melakukan tindakan pidana korupsi kas daerah Pemprov Bengkulu sebesar Rp 20,16 miliar. Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar mengatakan, pihaknya pernah menerima laporan terkait kasus itu. Namun, menurut Asep, pihaknya saat ini masih mendalami untuk menganalisis laporan-laporan tersebut.

"Memang sudah masuk laporannya semasa sidang masih jalan dulu. Laporannya terutama permintaan pemantauan persidangan oleh KY. Dan, sekarang KY pun sedang menganalisis hasil pemantauan itu dan juga dari berbagai dokumen persidangan itu," ujar Asep kepada Kompas.com, Jumat (3/6/2011).

Asep menambahkan, jika terbukti melakukan suap dalam kasus tersebut, hakim S dapat dikenakan sanksi administrasi, yakni pemberhentian tetap sebagai hakim. "Kalau terbukti suap, sanksi administrasinya pemberhentian tetap. Tapi, untuk sanksi pidana akan tetap jalan," tambahnya.

Sebelumnya, Indonesia Corrupption Watch (ICW) mengungkapkan, berdasarkan catatannya, selama melaksanakan tugas di Pengadilan Tinggi Negeri Makassar dan PN Jakarta Pusat, hakim S telah membebaskan 39 kali terdakwa kasus korupsi. Selain itu, menurut Koordinator ICW Emerson Yuntho, hakim S juga pernah dilaporkan ke KY terkait vonis bebas yang diberikan dalam penanganan kasus suap yang melibatkan anggota DPRD Luwu, Sulawesi Selatan.

"Tapi, perkembangan selanjutnya tidak jelas," kata Emerson.

Seperti diberitakan, kasus ini bermula ketika Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap hakim S di kediamannya di kawasan Sunter, Jakarta Utara, pada Rabu (1/6/2011) malam. Selain hakim S, KPK juga menangkap seorang kurator berinisial PW, yang diduga memberikan suap terkait perkara kepailitan PT SCI untuk pengalihan aset. Dalam penangkapan tersebut, KPK mengamankan sejumlah uang rupiah dan mata uang asing yang dilansir totalnya mencapai lebih dari Rp 2 miliar. Status S dan PW kini telah menjadi tersangka.

Hakim S saat ini ditahan di Rutan Cipinang, dan dia dijerat dengan Pasal 12 a/b/c dan atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah UU No 20 Tahun 2001. Sementara PW ditahan di Rutan Tahanan Polda Metro Jaya, ia dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1a dan atau Pasal 5 Ayat 1 a/b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

    Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

    Nasional
    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nasional
    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Nasional
    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Nasional
    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Nasional
    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    Nasional
    Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Nasional
    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    Nasional
    Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

    Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com