JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, gerakan negara yang berbasiskan agama jelas bertentangan dengan konstitusi dan ideologi Pancasila. Sejak awal, para pendiri negara telah membangun konsensus dasar bahwa Indonesia adalah negara berketuhanan, sekaligus negara nasional, bukan negara agama. Hal itu disampaikannya dalam pidato pada Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung MPR, Jakarta, Rabu (1/6/2011).
"Namun, meskipun negara berdasarkan agama, agama mesti dijunjung tinggi. Kehidupan masyarakat harus religius, bukan sekuler," kata Presiden di hadapan Wakil Presiden Boediono, Presiden ketiga BJ Habibie, Presiden kelima Megawati Soekarnoputri, serta pimpinan lembaga tinggi negara.
Pada kesempatan tersebut, Presiden juga menegaskan konsensus lainnya yang dihasilkan para pendiri negara adalah bahwa ideologi Indonesia adalah Pancasila, bukan kapitalisme, liberalisme, komunisme, ataupun fasisme. Kepala Negara mengatakan, dirinya menangkap kegelisahan dan kecemasan dari masyarakat terkait fenomena gerakan radikalisme yang mengemuka di masyarakat. Presiden mengatakan, cara menghadapi gerakan tersebut haruslah bertumpu pada prinsip-prinsip demokrasi dan penegakan hukum.
"Tidak boleh main tuding dan tuduh karena adu domba. Negara tidak dapat dan tidak seharusnya mengontrol pandangan dan pendapat perorangan. Apabila pemikiran itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata dam bertentangan dengan konstitusi dan aturan hukum, negara harus mencegahnya. Negara harus bertindak tegas dan tepat, tapi tidak menimbulkan iklim ketakutan," kata Presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.