Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Harus Hargai Mahfud

Kompas.com - 30/05/2011, 18:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqie mengatakan, Partai Demokrat harusnya menghargai upaya Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD untuk membongkar kasus dugaan suap yang dilakukan mantan Bendahara Umum Demokrat M Nazaruddin. Menurut Jimly, upaya tersebut merupakan itikad baik dari Mahfud untuk membongkar kasus korupsi di negeri ini.

"Jadi itu, Pak Mahfud itu bukannya ingin bikin ribut sejak awal. Justru, coba kalau dari awal dilaporkan ke KPK, kan bisa jadi ribut. Nah, karena kasus yang melibatkan Nazaruddin itu terlanjur terbuka, ya saya kira itu langkah tepat dari Pak Mahfud," ujar Jimly seusai mengikuti sebuah diskusi di Jakarta, Senin (30/5/2011).

Jimly menambahkan, jika MK tak melaporkan, lembaga tersebut dapat terkena imbas dalam pusaran kasus tersebut. Untuk menghindari hal seperti itu, lanjutnya, ia lebih menghargai keputusan yang dibuat oleh Mahfud yang merasa perlu melaporkan kasus tersebut ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Ya, seperti kita ketahuilah, Pak Mahfud kan melaporkan kasus itu juga kan atas suruhan dari Pak SBY. Dan Pak SBY, sebagai politisi juga harus concern.Kalau dia diam saja, tanpa konferensi pers, yang ada nanti malah rumor yang tidak baik bagi negara ini, maupun bagi kapasitasnya sebagai Dewan Pembina Partai Demokrat," jelasnya.

Pada 20 Mei 2011 lalu, Ketua MK Mahfud MD melaporkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai pemberian uang 120.000 Dollar Singapura oleh Nazaruddin kepada Sekjen MK Janedjri M Gaffar. Pemberian ini diduga suap atau gratifikasi. Presiden SBY sendiri langsung menggelar jumpa pers pada hari yang sama setelah menerima kedatangan Mahfud.

Dalam wawancaranya di Metro TV, Mahfud mengungkapkan, pemberian uang itu terjadi pada September 2010. Sehari setelah diterima, uang tersebut langsung dikembalikan ke kediaman Nazaruddin. Mahfud sendiri mengaku telah melaporkan kepada Presiden SBY pada November 2010. Ia berharap hal tersebut bisa diselesaikan di internal Partai Demokrat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Nasional
    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Nasional
    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Nasional
    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Nasional
    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Nasional
    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Nasional
    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Nasional
    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Nasional
    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Nasional
    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Nasional
    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Nasional
    Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Nasional
    'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

    "Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com