Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reformasi Polisi Hanya Kosmetika Belaka

Kompas.com - 29/05/2011, 16:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) menilai, reformasi kepolisian yang berjalan hampir 13 tahun tidak cukup memadai dalam mewujudkan polisi yang profesional. Direktur Program Imparsial Al A'raf mengatakan, reformasi kepolisian hanya bersifat kosmetika belaka dan belum dilakukan secara utuh.

"Berbagai kasus penyimpangan yang dilakukan aparat kepolisian terus terjadi hingga saat ini," kata Al A'raf dalam jumpa pers di kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (29/5/2011).

Hingga saat ini, lanjutnya, sejumlah aparat kepolisian diduga terlibat dalam beragam kasus kekerasan. Aparat kepolisian juga diduga terlibat dalam kasus korupsi. "Misalnya makelar kasus, keterlibatan dalam pembalakan kayu liar, skandal penyuapan, politisasi polisi dalam politik, pembiaran dalam kasus kekerasan beragama dan berkeyakinan, keterlibatan dalam kasus kriminal, kekerasan perempuan, penyiksaan, penangkapan," papar Al A'raf.

Berdasarkan catatan Imparsial, sepanjang 2005-2010, kasus brutalitas yang melibatkan aparat kepolisian berjumlah 135 kasus, dengan jenis kekerasan seperti pemukulan, penyerangan terhadap warga, perampokan, pemerasan, pemerkosaan, dan kekerasan berlebihan dalam menangani pengunjuk rasa. Sementara kasus salah tangkap oleh Polri berjumlah 154 kasus.

"Terorisme 70 kasus, pencurian 30 kasus, narkoba 24 kasus, pembunuhan 18 kasus, lain-lain 12 kasus," kata Al A'Raf. Untuk kasus korupsi, berdasarkan survei Transparency International yang dikutip Imparsial, kepolisian ditempatkan sebagai institusi terkorup. Indeks suap di kepolisian pada tahun 2008 mencapai 48 persen.

Kepolisian, lanjutnya, juga lamban menyelesaikan kasus-kasus korupsi.

"Berdasarkan catatan ICW (Indonesia Corruption Watch), terdapat 145 tunggakan kasus korupsi yang harus diselesaikan kepolisian pada 2010," kata Al A'raf.

Peneliti Imparsial, Gufron Mabruri, menambahkan, hal yang mencolok dari kinerja Polri selama reformasi adalah kegagalan Polri mencegah terjadi kekerasan berlatar belakang agama. "Atau kekerasan lain yang bersifat horizontal, seperti kekerasan antarpreman," katanya.

Umumnya, lanjut Gufron, kepolisian melakukan pembiaran terhadap pelaku dalam kasus-kasus tersebut. "Tidak ada proses terhadap pelaku kekerasan dalam konteks kebebasan agama," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com