Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Kearifan Lokal Tergerus Zaman

Kompas.com - 23/04/2011, 14:31 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com - Di sekitar Situ Cisanti, tempat pertama kali sungai purba Citarum mengalirkan air dari kawasan hutan Gunung Wayang, Bandung Selatan, terdapat beragam mitos yang diungkapkan sejumlah  juru kunci. Namun titah karuhun yang terkait dengan pelestarian alam, tidak ada yang dilestarikan.     

 

Oman (58), seorang juru kunci yang turun-temurun tingal di sana mengungkapkan, dulu pamali (tabu) orang masuk hutan Gunung Wayang karena itu larangan karuhun. Siapa saja yang berani masuk, apalagi berniat tidak baik, bakal tersesat dan terkena mamala (musibah). “Pernah ada orang masuk dan menebang pohon di Gunung Wayang, pulangnya meninggal dunia,” ujar Oman.     

 

"Dulu hutan ini angker, siapa saja yang masuk ke hutan ini sering kasarung (tersesat). Dia terus berputar-putar di sekitar hutan dan tidak bisa pulang,” timpal Ma Abu (75), juru kunci lainnya, menguatkan. Makna dari ketabuan itu sebenarnya adalah, agar hutan di kawasan itu tidak rusak.     

 

Namun warga sekarang, sudah tidak lagi memperhatikan ketabuan. “Sekarang zamannya sudah lain,” tambah Oman seraya menunjuk rribuan petani masuk ke areal hutan dan menyulapnya menjadi lahan pertanian semusim.       

 

Padahal, penggunaan mitos atau kepercayaan masyarakat setempat untuk mengeramatkan sebuah tempat masih efektif sebagai cara melestarikan alam di sekitar tempat tersebut. Bahkan, cara itu bisa berdampingan dengan institusi formal yang sudah ada, seperti undang-undang, termasuk aparat penegak hukum.      

 

"Itulah sebabnya, banyak komunitas adat yang dulu sering menggelar ritual adat di sebuah lokasi bertujuan agar menimbulkan kesan angker atau harus diperlakukan dengan hati-hati oleh masyarakat biasa," kata Dadan Madani, tokoh pemuda dari Kecamatan Kertasari beberapa waktu lalu.     

 

Generasi keenam dari kuncen atau penjaga Gunung Wayang, Ujang Suhanda, menimpali, institusi formal seperti undang-undang disertai aparatnya sebenarnya bisa berjalan bersama dengan institusi budaya.     

 

"Masyarakat masih percaya bahwa ada peraturan tersendiri ketika memasuki kawasan yang dianggap angker. Peraturan tersebut bisa berupa pantangan maupun kewajiban yang harus dilakukan sebelum beraktivitas," kata Ujang.     

 

Di hulu Citarum, penggunaan mitos belum sebanyak yang dilakukan berbagai komunitas adat untuk melindungi alam dari perusakan oleh manusia. Sebab, mitos sering dibenturkan dengan agama sehingga yang tampak hanya ideologi atau keyakinan. Padahal, nilai-nilai kearifan lokal dalam konservasi alam selalu bertujuan pada kemaslahatan bersama.     

 

Acara ritual adat untuk menyelamatkan hutan dan air yang pernah ada di sana misalnya, upacara Kuwera Bakti Darma Wisada. Terakhir upacara ini digelar medio 2007 lalu dan tidak pernah digelar lagi karena dianggap kontroversi.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ditanya soal Keterlibatan Purnawirawan Polri di Kasus Timah, Ini Respons Kejagung

    Ditanya soal Keterlibatan Purnawirawan Polri di Kasus Timah, Ini Respons Kejagung

    Nasional
    KPU Perpanjang Verifikasi Syarat Dukungan Calon Nonpartai Pilkada 2024

    KPU Perpanjang Verifikasi Syarat Dukungan Calon Nonpartai Pilkada 2024

    Nasional
    KPK Resmi Lawan Putusan Sela Kasus Hakim Agung Gazalba Saleh

    KPK Resmi Lawan Putusan Sela Kasus Hakim Agung Gazalba Saleh

    Nasional
    Draf RUU Polri: Usia Pensiun Polisi dengan Jabatan Fungsional Bisa Mencapai 65 Tahun

    Draf RUU Polri: Usia Pensiun Polisi dengan Jabatan Fungsional Bisa Mencapai 65 Tahun

    Nasional
    'Keluarga' Saksi Demokrat Ricuh Jelang Sengketa Versus PAN

    "Keluarga" Saksi Demokrat Ricuh Jelang Sengketa Versus PAN

    Nasional
    PPS di Kalsel Akui Gelembungkan Suara PAN, 1 Suara Dihargai Rp 100.000

    PPS di Kalsel Akui Gelembungkan Suara PAN, 1 Suara Dihargai Rp 100.000

    Nasional
    Hakim Minta Pedangdut Nayunda Kembalikan Uang Rp 45 Juta yang Diterima dari Kementan

    Hakim Minta Pedangdut Nayunda Kembalikan Uang Rp 45 Juta yang Diterima dari Kementan

    Nasional
    SYL dan Keluarga Disebut Habiskan Rp 45 Juta Sekali ke Klinik Kecantikan, Uangnya dari Kementan

    SYL dan Keluarga Disebut Habiskan Rp 45 Juta Sekali ke Klinik Kecantikan, Uangnya dari Kementan

    Nasional
    Ketua MPR NIlai Pemilu Kerap Bikin Was-was, Singgung Demokrasi Musyawarah Mufakat

    Ketua MPR NIlai Pemilu Kerap Bikin Was-was, Singgung Demokrasi Musyawarah Mufakat

    Nasional
    Nama SYL Disave dengan Nama “PM” di Ponsel Biduan Nayunda Nabila

    Nama SYL Disave dengan Nama “PM” di Ponsel Biduan Nayunda Nabila

    Nasional
    Baleg Klaim Revisi UU TNI Tak Akan Kembalikan Dwifungsi

    Baleg Klaim Revisi UU TNI Tak Akan Kembalikan Dwifungsi

    Nasional
    Setelah SBY, Bamsoet Bakal Temui Megawati, Jokowi, dan Prabowo

    Setelah SBY, Bamsoet Bakal Temui Megawati, Jokowi, dan Prabowo

    Nasional
    SYL dan Istri Disebut Beli Serum Wajah dari Jepang Pakai Uang Kementan

    SYL dan Istri Disebut Beli Serum Wajah dari Jepang Pakai Uang Kementan

    Nasional
    Biduan Nayunda Nabila Mengaku Beberapa Kali Diajak Makan SYL

    Biduan Nayunda Nabila Mengaku Beberapa Kali Diajak Makan SYL

    Nasional
    Ketua Komisi X Curiga Biaya Makan Siang Gratis Bakal Diambil dari Dana Pendidikan

    Ketua Komisi X Curiga Biaya Makan Siang Gratis Bakal Diambil dari Dana Pendidikan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com