JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chaerul Huda berpendapat, pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho di Aceh termasuk dalam tindak pidana terorisme. Dengan demikian, orang-orang yang terlibat dalam pelatihan bersenjata itu dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Terorisme. Hal itu diungkapkan Chaerul saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus terorisme dengan terdakwa Abu Bakar Ba'asyir, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (13/4/2011).
Sebelum memberi keterangan, Chaerul sempat diperlihatkan oleh jaksa penuntut umum rekaman video pelatihan dengan peserta sekitar 30 pria. Video itu merekam peserta yang tengah berlatih senjata api, latihan fisik, dan latihan lainnya.
Chaerul mengatakan, penggunaan senjata api, bahan peledak, atau senjata biologi dapat dikaitkan dengan terorisme. Namun, kata dia, penggunaan senjata tersebut belum cukup untuk menyimpulkan masuk dalam delik terorisme. Menurutnya, ada tiga konteks yang harus dilihat.
"Pertama, siapa yang melakukan. Kalau orang yang melakukan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena melakukan terorisme maka tentu penggunaan senjata api itu terkait terorisme. Kedua, jika dilakukan oleh organisasi yang sudah dinyatakan sebagai organisasi yang terkait terorisme tentu penggunaan senjata api dalam kelompok itu terkait terorisme," papar Chaerul.
Ketiga, tambah Chaerul, dilihat dari kegiatannya. "Kalau pelatihan itu dilakukan oleh orang-orang yang tidak bisa dikualifikasi untuk tujuan melakukan separatisme, boleh jadi itu kegiatan terorisme," katanya.
Chaerul menambahkan, perbuatan terorisme bukan hanya ketika kegiatan teror berupa penghilangan nyawa, perusakan barang, atau perampasan kemerdekaan telah dilakukan. Menurut dia, ketika perbuatan pelaku telah menimbulkan rasa takut di masyarakat, maka sudah masuk dalam tindak pidana terorisme.
"Jadi skala kriminalisasi dalam tindak pidana terorisme sangat luas, mulai dari persiapan, permufakatan jahat, percobaan, perbuatannya itu sendiri, sampai perbuatan yang timbul setelah tindak pidana terorime itu masuk dalam terorisme. Jadi tidak hanya perbuatan yang langsung menimbulkan korban (disebut terorisme)," terang Chaerul.
Seperti diberitakan, Ba'asyir mengklaim bahwa pelatihan di Aceh tidak dapat disebut perbuatan terorisme. Menurut dia, orang-orang yang terlibat pelatihan hanya dapat dijerat Pasal dalam UU Darurat mengenai Kepemilikan Senjata Api.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.