Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Akui "Markus" Merajalela

Kompas.com - 19/11/2009, 06:38 WIB
 
 

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa mengakui bahwa makelar kasus atau ”markus” saat ini merajalela di mana-mana, mulai dari penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan. Hal itu merupakan tantangan semua penegak hukum untuk memberantasnya.

Khusus untuk MA sendiri, keberadaan makelar kasus tersebut diakui Harifin sangat mengganggu independensi hakim dalam menangani perkara.

Terkait dengan hal tersebut, Harifin menjelaskan, Rabu (18/11) di Jakarta, pihaknya sudah mengeluarkan aturan seperti larangan bertemu pihak beperkara dan larangan menerima pemberian dari pihak beperkara. ”Pedoman Perilaku Hakim yang sudah ada akan ditegakkan sungguh-sungguh,” katanya.

Hingga Oktober 2009, MA sudah menjatuhkan sanksi kepada setidaknya 30 hakim. ”Ada hakim yang dipecat, ada hakim dinonpalukan selama satu dan dua tahun. Dalam waktu dekat ini, ada lagi hakim yang diadukan ke Majelis Kehormatan Hakim karena diduga melakukan pelanggaran berat. Dia diusulkan untuk dipecat,” tutur Harifin.

Secara terpisah, Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Tumpak Hatorangan Panggabean dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, kemarin, menyatakan belum pernah mendengar tentang makelar kasus yang hilir mudik ke Kantor KPK.

”Di KPK, tiap orang yang datang dapat diidentifikasi,” katanya.

Di lingkungan kejaksaan, Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan, sejak tahun 2007 kejaksaan sudah mengupayakan birokrasi bersih. Caranya, antara lain, dengan pembaruan kejaksaan.

Riset pola korupsi

Danang Widoyoko dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Darurat Keadilan mengungkapkan, Indonesian Corruption Watch pernah melakukan riset tentang mafia peradilan di Indonesia.

Riset menemukan banyaknya pola korupsi di tubuh kepolisian dalam bentuk permintaan uang jasa, penggelapan perkara dengan alasan tidak cukup bukti, negosiasi perkara saat penyusunan berita acara pemeriksaan, dan pemerasan dan pengaturan ruang tahanan.

Tidak jauh berbeda dengan itu, menurut Danang, catatan tentang kejaksaan juga sangat buruk. Terbongkarnya persekongkolan dan transaksi korup antara Jaksa UTG dan Artalyta Suryani adalah salah satu contohnya.

Untuk itu, pengamat masalah korupsi, Roby Arya Brata, mengusulkan agar pemerintah membentuk badan independen dengan kewenangan kuat untuk mengawasi aparat penegak hukum, terutama KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.

Ahli hukum tata negara, Irman Putra Sidin, berpendapat, untuk menjaga kelanjutan dan arah dari reformasi hukum, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu membentuk tim khusus. Tugas tim adalah mengkaji dan memberikan masukan hal-hal yang perlu dilakukan dalam reformasi hukum. (IDR/ANA/NWO/AIK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com