Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trias Luncurkan "Jalur Gaza"

Kompas.com - 28/10/2009, 20:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wartawan senior Harian Kompas yang kini menjabat Wakil Pemred, Trias Kuncahyono, meluncurkan buku terbarunya berjudul Jalur Gaza: Tanah Terjanji, Intifada, dan Pembersihan Etnis, di Universitas Paramadina, Rabu (28/10) malam. Peluncuran buku ditandai dengan diskusi bersama pembicara Prof Komarudin Hidayat dan Dr Kusnanto Anggoro.

Saat memberi pengantar diskusi, Kusnanto menggambarkan apa yang terjadi di Gaza sebagai monumen hidup yang lebih dahsyat dari sejarah. Persoalan Gaza, menurut dia, jauh lebih kompleks karena tidak adanya garis demarkasi seperti pada Perang Dunia. Disebut perang, tidak ada garis demarkasi, maka sulit membayangkan akhir dari peperangan atau konflik.

Buku menjadi menarik, kata Kusnanto, karena beberapa hal. Salah satunya adalah kaya akan cerita-cerita human interest. Misalnya, bagaimana Trias diberi fasilitas internet gratis oleh penduduk Palestina hanya karena orang itu merasa "diorangkan".

Karena buku ditulis oleh seorang wartawan, kata Kusnanto, maka Trias terbebas dari "dosa akademik". Kusnanto, misalnya, menyebut kata "pembersihan etnis" (genosida) yang bisa misleading karena yang terjadi di Palestina adalah "peperangan saudara sedarah".

Komarudin menjelaskan, buku Jalur Gaza ditulis dengan gaya novel meski menyajikan fakta sejarah yang nyata. "Fakta sejarah yang ditulis secara cair dan mengalir membuat buku Trias enak dibaca," katanya.

Menjawab pertanyaan bahwa yang concern terhadap masalah Palestina adalah negara non-Arab, Komarudin menjelaskan, sumber peperangan bukan semata-mata agama, melainkan lebih kepada persoalan tanah air. Di Palestina, kata Komarudin, ada pembelaan terhadap kabilah (suku), ghanimah (harta rampasan), dan aqidah (agama). "Ketiga hal ini menghasilkan konflik dan peperangan yang dahsyat," katanya.

Komarudin menambahkan, di Palestina timbul teori konspirasi, yakni perang antar-agama, misalnya, ada Yahudi yang bekerja sama dengan pihak Barat untuk menguasai minyak Arab. Israel, misalnya, proyek yang di-back up Barat dan Barat menghancurkan budaya Islam. Semua isu berseliweran dan menghasilkan militansi dan radikalisme.

Trias menanggapi kritik Kusnanto tentang mengapa ia harus menggunakan istilah "pembersihan etnis". Alasannya, karena Israel menggunakan senjata baru untuk menghancurkan Palestina. Israel menggunakan bom fosfor putih yang membakar kulit dari puser ke bawah. Bom yang bekerja di bawah ini, kata Trias, mengakibatkan banyak korban anak-anak dan kaum perempuan. "Apa ini bukan pembersihan etnis namanya," kata Trias yang mengaku harus membela diri atas kritik Kusnanto.

Sebelum diskusi dimulai, Trias membacakan puisi yang ditulis penyair Palestina, Yusuf Al Khatib, tentang kepedihan rakyat Palestina atas penjajahan Israel. Trias menjelaskan, buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas (PBK) ini merupakan catatan dan pandangan mata perjalanan di Jalur Gaza.

Trias misalnya mengatakan, jika ada satu rumah diduga dihuni Hamas, pastilah rumah itu dibom. Fakta di lapangan dipadu dengan kerangka sejarah. Dari diskusi dengan warga Palestina, kata Trias, rata-rata mereka menyayangkan pimpinan Palestina yang tidak pernah bersatu.

Saat membuka diskusi, Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan mengatakan, buku Trias mengisi kekosongan minimnya buku Palestina, khususnya Gaza, yang ditulis oleh orang Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com