”Saya membantah keras tuduhan telah menerima suap dan pemerasan. Ini fitnah yang sangat kejam. Saya bersedia bersumpah, demi sumpah apa pun,” ujar Chandra di Jakarta, Sabtu (26/9). Pernyataan ini disampaikan setelah Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri menyatakan, penyidikan terhadap Chandra dan Bibit didasarkan laporan Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar pada 6 Juli 2009. Laporan itu, antara lain, menyebutkan adanya dugaan penyuapan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap pejabat KPK terkait penanganan dugaan korupsi dalam Sistem Komunikasi Radio Terpadu. Bambang juga mengatakan, meski uang telah diserahkan, KPK tetap mencegah Anggoro. Ini karena ada satu unsur pimpinan KPK yang belum mendapat kucuran dana. Untuk itu, Ketua KPK pernah menyarankan kepada Ari Muladi, seorang perantara, agar menyerahkan uang senilai 124.920 dollar Singapura atau sekitar Rp 1 miliar kepada Chandra. Penyerahan dilakukan di Pasar Festival, Jakarta Selatan (Kompas, 26/9). Chandra menyatakan, seumur hidup ia belum pernah memegang uang kontan hingga sekitar Rp 1 miliar. ”Ketika diperiksa polisi, saya memang pernah satu kali ditanya apakah mengenal Ari Muladi atau Anggoro. Saya jawab tidak kenal dan tidak pernah berhubungan. Setelah itu pertanyaan terhenti dan polisi tidak pernah menjelaskan maksud pertanyaan tersebut,” ujarnya. Chandra menegaskan, ia masuk KPK tidak untuk mencari uang. Ia ke KPK sebagai wujud partisipasi untuk memberantas korupsi dan juga karena dahulu ikut menginisiasi hadirnya lembaga itu. ”Jika mencari uang, jangan di KPK,” ucap Chandra, yang sebelumnya adalah pengacara. Bibit Samad Rianto juga menegaskan, ”Saya tak pernah menerima uang sepeser pun saat menangani kasus di KPK, termasuk kasus PT Masaro.” Alexander Lay, anggota tim pengacara Bibit dan Chandra, menambahkan, Ari Muladi juga sudah mencabut keterangan telah menyerahkan dana ke pimpinan KPK. Hal itu karena dalam tanggal penyerahan yang disebut Ari, ternyata pimpinan KPK tidak ada di lokasi. ”Misalnya, Pak Bibit sedang ada di Peru, Amerika Latin, dan Pak Chandra diketahui seharian berada di kantor bersama anggota stafnya,” ucapnya. Alexander melihat ada kejanggalan dalam pernyataan Kepala Polri sebab selama pemeriksaan, Chandra dan Bibit tak pernah ditanya tentang penyuapan. Mereka juga dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus yang amat aneh, yaitu dugaan penyalahgunaan wewenang, yakni dalam pencegahan Anggoro serta pencegahan dan pencabutan pencegahan untuk mantan Direktur PT Era Giat Prima Djoko Tjandra. Kejanggalan juga terlihat saat Kepala Polri menegaskan bahwa Anggoro tetap dicegah karena Chandra belum mendapat kucuran dana. ”(Chandra) belum mendapat kucuran dana, kok, malah menjadi tersangka. Berarti bagaimana dengan pimpinan KPK yang lain?” katanya. ”Sepertinya ada upaya untuk membunuh karakter Pak Chandra dan Pak Bibit sebab masalah penyuapan justru banyak disampaikan melalui rumor dan bukan hasil pemeriksaan legal formal,” ujar Alexander.