Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Perppu, Dewan Harus Menolak

Kompas.com - 24/09/2009, 08:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat harus menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Pengisian dan Penetapan Pejabat Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal itu karena perppu tersebut melemahkan KPK.

Menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ferry Mursyidan Baldan, KPK yang merupakan lembaga mandiri menjadi di bawah kendali presiden.

”Dengan perppu tersebut, tidakkah menjadikan tiga lembaga hukum, meski tidak langsung, yaitu Polri, Kejaksaan, dan KPK, berada di bawah kendali presiden?” ujarnya, Rabu (23/9).

Namun demikian, mengingat masa tugas DPR periode 2004-2009 akan berakhir pada 30 September 2009 ini, perppu tersebut akan dibahas oleh DPR periode 2009-2014 yang akan dilantik 1 Oktober 2009.

Karena itu, Ferry juga mengingatkan DPR mendatang agar segera mengagendakan pembahasan perppu setelah menyelesaikan pemilihan perangkat alat kelengkapan di DPR, baik itu pimpinan DPR, fraksi, dan komisi.

”Saya khawatir DPR yang baru belum akan sempat mengagendakan, sebelum perangkatnya selesai ditetapkan pimpinan DPR, fraksi, komisi,” ujarnya.

Kegentingan memaksa

Perppu yang dikeluarkan Presiden Yudhoyono itu juga tidak memenuhi persyaratan adanya kondisi kegentingan memaksa. Terlebih lagi dengan ditundanya pengangkatan pengisian pejabat oleh presiden.

Menurut Ferry, yang seharusnya dilakukan presiden justru meminta penjelasan langsung dari Polri terkait penanganan dugaan penyalahgunaan wewenang pimpinan KPK. Hal itu karena sebagai institusi, Polri berada di bawah presiden.

Kalaupun ingin menerbitkan perppu, seharusnya berisi tetap dimungkinkannya pimpinan KPK melakukan tugas dan fungsinya, bahkan jika hanya dengan satu atau dua orang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com