Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbitkan Perppu, Presiden Dinilai Bela Polri

Kompas.com - 19/09/2009, 04:54 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Gagasan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, sebagai dasar penunjukan pejabat sementara pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, berpotensi dipersepsikan sebagai bentuk dukungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada polisi. Hal itu terutama pada langkah Polri menjadikan dua wakil ketua KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang.

Padahal, langkah polisi tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak proporsional sehingga bisa dikategorikan sebagai upaya nyata melemahkan KPK.

Penilaian itu disampaikan advokat Alexander Lay, Taufik Basari, dan Abdul Haris, Jumat (18/9) di Jakarta. Ketiganya kini menjadi bagian dari tim penasihat hukum KPK.

Chandra dan Bibit menjadi tersangka sebab meminta pencegahan (larangan ke luar negeri) terhadap Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo serta pencegahan dan pencabutan pencegahan terhadap Direktur PT Era Giat Prima Djoko S Tjandra.

Presiden berencana menerbitkan perppu sebagai dasar hukum menunjuk pejabat sementara pimpinan KPK sebab komisi itu kini tinggal dipimpin M Jasin dan Haryono Umar. Kondisi itu dikhawatirkan mengganggu pemberantasan korupsi. Ketua KPK Antasari Azhar sebelumnya dinonaktifkan karena menjadi tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.

Alexander menilai, ide penerbitan perppu itu prematur sebab Presiden belum membicarakannya dengan dua unsur pimpinan KPK tersisa, terutama terkait dengan apakah ada kegentingan memaksa di komisi itu. Padahal, perppu hanya dapat dibuat jika ada kegentingan memaksa.

Abdul Haris menuturkan, yang seharusnya dilakukan Presiden adalah memastikan polisi bertindak profesional dan tidak melibatkan pihak yang memiliki konflik kepentingan dalam proses hukum Chandra dan Bibit.

Langkah itu dibutuhkan sebab kasus yang disangkakan kepada Bibit dan Chandra seharusnya tidak diselesaikan lewat proses pidana, tetapi gugatan praperadilan. ”Yang menggugat juga yang merasa dirugikan, yaitu Anggoro dan Djoko,” ujarnya.

Wakil Ketua KPK M Jasin menuturkan akan berbahaya bagi KPK jika perppu dipakai untuk menunjuk pelaksana tugas pimpinan KPK yang bekerja sementara. Sebab, pejabat itu akan mengetahui rahasia KPK. ”Lagi pula dua unsur pimpinan KPK masih memenuhi sistem kolektif kolegial. KPK juga dibangun dengan sistem kerja yang profesional dan berintegritas,” katanya.

Jasin berharap perppu diterbitkan bila pimpinan KPK yang sekarang berstatus tersangka ditetapkan sebagai terdakwa. Sebagai tersangka, jika tak terbukti, mereka bisa kembali ke KPK.

Secara terpisah, menurut Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana, Presiden berharap pemberantasan korupsi oleh KPK tetap berjalan efektif meski tiga dari lima unsur pimpinannya menjalani proses hukum. Perppu adalah dasar hukum untuk menunjuk pejabat sementara pimpinan KPK.

Pejabat yang ditunjuk Presiden itu hanya menjalankan tugas sementara. (nwo/idr/inu)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Angota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Angota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com