Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Permohonan Iklan Rokok di Televisi

Kompas.com - 10/09/2009, 19:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak permohonan uji materi soal iklan rokok di televisi yang diajukan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak. Salah satu pertimbangan MK karena rokok masih dipandang sebagai komoditas yang legal sehingga promosi rokok juga harus tetap dipandang sebagai tindakan yang legal. Keputusan tersebut disampaikan oleh Ketua MK Mohammad Mahfud MD di Jakarta, Kamis (10/9).

Karena industri rokok semakin agresif dalam pemasaran produknya dan iklan-iklan rokok kini menyasar para remaja, Komisi Nasional Perlindungan Anak/Komnas PA mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 46 Ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 kepada MK.

Koordinator Tim Litigasi Komnas PA, M Joni, saat memasukkan permohonan uji materi itu menyatakan, Pasal 46 Ayat (3) huruf c itu melanggar hak konstitusional anak dan remaja karena melanggar Pasal 28 UUD 1945. "Itu yang menjadi argumentasi kami," katanya saat mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi, 29 Januari 2009.

Karena Indonesia belum meratifikasi Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC), iklan rokok di Indonesia bertebaran di mana-mana, baik di jalan raya dalam bentuk baliho hingga iklan di televisi. Hal tersebut disesalkan Komnas PA.

Oleh karena itu, Komnas PA merasa perlu melakukan langkah nyata dan segera mengurangi atau menghentikan iklan rokok di berbagai media, khususnya media penyiaran.

Komnas PA mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 46 Ayat (3) huruf c UU No 32/2002 tentang Penyiaran yang semula berbunyi, "Siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi rokok yang memeragakan wujud rokok", menjadi berbunyi, "Siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi rokok".

Tujuan pengajuan permohonan uji materi itu, menurut Joni, terkait dengan data dan fakta yang dihimpun Tim Litigasi Komnas Perlindungan Anak yang secara de facto memberikan gambaran berbahayanya rokok dan tembakau.

Minuman keras

Menanggapi pertimbangan dan putusan sembilan Hakim Konstitusi tersebut, M Joni menyatakan, jika alasannya produk rokok legal sehingga memperbolehkan iklan rokok, bagaimana dengan minuman keras? "Bukankah minuman keras produk legal juga tapi tegas dilarang diiklankan dalam UU Penyiaran Pasal 46 Ayat 3 huruf B," papar M Joni.

Kalau rokok menjadi gantungan petani tembakau dan harus dilindungi haknya, Komnas PA mempertanyakan: mengapa pemerintah tidak melindungi hak anak dan remaja korban adiksi rokok yang mematikan dan memiskinkan itu. "Bukankah sudah terbukti kasualitas iklan rokok dengan preferensi merokok menjadikan anak merokok, membujuk anak mengonsumsi racun yang karsinogenik," kata Joni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com