JAKARTA, KOMPAS.com - Para pemimpin bangsa Indonesia kerap tergoda ketika melihat dua kekuatan ideologi dunia, liberalisme- kapitalisme dan sosialisme-komunisme. Bahkan belakangan berkembang konsep negara agama. Ini tidak sesuai dengan jatidiri bangsa yang ditanamkan oleh para pendiri bangsa Indonesia.
"Founding Fathers kita visioner, terbukti dengan bertahannya Pancasila sebaggai jatidiri bangsa sampai detik ini. Mari kita renungkan ke depan yakin bahwa Pancasila mampu dalam menghadapi ideologi yang lain," kata Jenderal (Purn) Surjadi Soedirdja, Ketua Dewan Pembina Yayasan Jati Diri Bangsa, di sela-sela Malam Renungan 64 Tahun Kemerdekaan RI di Lobby DPD RI Jakarta, Minggu (16/8).
Menurut jenderal bintang empat yang pernah menjadi Menteri Dalam Negeri 1999-2001, malam renungan ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi kesepakatan kita bersama sebagai bangsa dan negara. Kesepakatan itu ada dalam ideologi pancasila, UUD 1945 dan strategi implementasinya.
"Menurut saya pendiri bangsa sudah meletakkan jati diri bangsa ini setelah melihat saat itu di dunia berkembang indivialisme-liberal dan kolektif-sosialisme. Dan itu tidak cocok," tuturnya.
Para pendiri bangsa, sebagaimana diyakini mantan Pangdam Jaya 1988-1990, pasti menyadari identitas bangsa yang tidak cocok dengan idiologi individualisme maupun kolektivisme. Maka, mereka berkumpul dan bertemu dengan perwakilan dari banyak etnis, budaya dan agama.
"Ternyata apapun agamanya, agama mengajarkan keseimbangan manusia sebagai makhluk pribadi dan sosial, individu dan kolektif," tuturnya.
Namun sayang, lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta 1992-1997, pelan-pelan keseimbangan ini, dalam 64 tahun Indonesia merdeka, ternyata timpang. Ini terjadi karena masih ada residu tata nilai masa lalu yang tidak sempat dibersihkan.
"Residu itu adalah budaya feodal akibat warisan masa monarki yang panjang, penjajahan, dan rendah diri sebagai bangsa terhadap negara lain," tandas mantan Asospol TNI 1990-1992 ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.