Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pancasila, Sintesis Ideologi Individualisme dan Kolektivisme

Kompas.com - 16/08/2009, 20:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Para pemimpin bangsa Indonesia kerap tergoda ketika melihat dua  kekuatan ideologi dunia, liberalisme- kapitalisme dan sosialisme-komunisme. Bahkan belakangan berkembang konsep negara agama. Ini tidak sesuai dengan jatidiri bangsa yang ditanamkan oleh para pendiri bangsa Indonesia.

"Founding Fathers kita visioner, terbukti dengan bertahannya Pancasila sebaggai jatidiri bangsa sampai detik ini. Mari kita renungkan ke depan yakin bahwa Pancasila mampu dalam menghadapi ideologi yang lain," kata Jenderal (Purn) Surjadi Soedirdja, Ketua Dewan Pembina Yayasan Jati Diri Bangsa, di sela-sela Malam Renungan 64 Tahun Kemerdekaan RI di Lobby DPD RI Jakarta, Minggu (16/8).

Menurut jenderal bintang empat yang pernah menjadi Menteri Dalam Negeri 1999-2001, malam renungan ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi kesepakatan kita bersama sebagai bangsa dan negara. Kesepakatan itu ada dalam ideologi pancasila, UUD 1945 dan strategi implementasinya.

"Menurut saya pendiri bangsa sudah meletakkan jati diri bangsa ini setelah melihat saat itu di dunia berkembang indivialisme-liberal dan kolektif-sosialisme. Dan itu tidak cocok," tuturnya.

Para pendiri bangsa, sebagaimana diyakini mantan Pangdam Jaya 1988-1990, pasti menyadari identitas bangsa yang tidak cocok dengan idiologi individualisme maupun kolektivisme. Maka, mereka berkumpul dan bertemu dengan perwakilan dari banyak etnis, budaya dan agama.

"Ternyata apapun agamanya, agama mengajarkan keseimbangan manusia sebagai makhluk pribadi dan sosial, individu dan kolektif," tuturnya.

Namun sayang, lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta 1992-1997, pelan-pelan keseimbangan ini, dalam 64 tahun Indonesia merdeka, ternyata timpang. Ini terjadi karena masih ada residu tata nilai masa lalu yang tidak sempat dibersihkan.

"Residu itu adalah budaya feodal akibat warisan masa monarki yang panjang, penjajahan, dan rendah diri sebagai bangsa terhadap negara lain," tandas mantan Asospol TNI 1990-1992 ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com