JAKARTA, KOMPAS.com — Suara pemantau internasional yang diakreditasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Pemilu 2009 dipertanyakan. Jika suara lembaga-lembaga pemantau internasional ini sangat ramai pada Pemilu 2004 lalu, tidak demikian dengan suara pemantau pada pemilu kali ini.
Etika pemantau secara internasional mengharuskan pemantau menyampaikan uraian terhadap jalannya proses pemilu di negara yang bersangkutan. "Kalau dulu, seminggu setelah pemungutan suara biasanya mereka memberikan penilaian dan pernyataan sikap. Tapi sekarang? Lihat saja ada atau tidak," ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow dalam pernyataan sikap Pokja Pemantau Penyelenggara Pemilu (P4) di Warung Daun Cikini, Kamis (14/5).
Jeirry mencurigai suara pemantau internasional yang tergolong senyap dalam pemilu kali ini disebabkan oleh kualitas Pemilu 2009 yang memang buruk. Menurut Jeirry, para pemantau ini biasanya memang mengevaluasi dari sisi prosedural. Jeirry melihat bungkamnya para pemantau internasional, di antaranya Carter Center, Uni Eropa, National Democratic Institute (NDI), dan ANFREL, merupakan sebuah keganjilan yang melengkapi berbagai keganjilan sepanjang proses Pemilu 2009.
Wasekjend Komite Indonesia Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi mengatakan, opini pemantau asing juga diperlukan sebagai legitimasi proses pemilu. Oleh karena itu, senyapnya suara pemantau asing dinilai merusak demokratisasi di Indonesia. "Mereka hadir tapi bungkam dan tidak ada opini," ujar Jojo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.