JAKARTA, KOMPAS.com - Patah tumbuh hilang berganti. Begitulah bunyi tulisan yang tertera di halaman (page) muka "SAY NO TO MEGAWATI" siang hari ini (Selasa/7/4).
SAY NO TO MEGAWATI merupakan tampilan alamat page baru, setelah tampilan pertamanya di Facebook (FB) berupa "Say No!!! to Megawati" telah di-banned. Menurut informasi, page "Say No!!! to Megawati" dihapus sekitar pukul 1 dinihari tadi, dengan total pendukung terakhir sejumlah 97.177 orang.
Penghapusan tersebut lalu terus mendapatkan reaksi keras, terutama dari para pengunjung atau fansnya. Reaksinya macam-macam. Ahmad Nur Cholis, misalnya. "Dihapus satu tumbuh seribu. Jika page Say No!!! to Megawati yang sudah mencapai 97*** itu dihapus, itu artinya partai tersebut tidak mencerminkan demokrasi, ogak dikritik, tuli dengan masukan. Bagaimana kalau kita usulkan dengan nama Partai Anti Demokrasi Indonesia Tidak Pernah Berjuang (PADPTB)?"
Senada Cholis, komentar Denny Hartawan lebih singkat lagi. "Ayo maju lagi, baru tahu nih kalau page yang kemarin sudah dihapus. Sampai kapan pun aku enggak rela kalau Mega jadi Presiden".
Sepertinya, gelombang protes dan kritik atas penghapusan halaman itu dari FB semakin gencar. Bahkan, halaman SAY NO TO MEGAWATI tersebut telah memiliki fans baru, yang hingga pukul 12.00 siang ini jumlahnya telah mencapai jumlah 4,071 fans.
Tidak tertutup kemungkinan, jumlah fans juga akan bertambah. Tak lain sebabnya, rata-rata para fans tersebut berusaha mengirimkan pesan berantai (email forwarding) dan undangan (invite) menjadi fans tersebut untuk menambah fans baru melalui sesama teman FB-nya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Pramono Anung, menyebutkan keberadaan gerakan dalam Facebook itu merupakan bagian dari upaya mendiskreditkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. PDI Perjuangan, kata Pramono, akan melaporkan komunitas itu kepada pengawas pemilu.
"Pasti itu merupakan black campaign yang dilakukan dengan sangat terbuka. Dalam UU Pemilu, pelaku bisa diancam pidana pasal 270 dengan hukuman 24 bulan. Kami meminta Bawaslu menyikapi hal ini karena ada upaya mengadu domba," kata Pramono kepada Kompas.com, kemarin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.