Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golput = Penumpang Gelap?

Kompas.com - 26/02/2009, 15:32 WIB

BENGKULU, KAMIS — Pengamat politik dari Universitas Bengkulu Lamhir Syam Sinaga menilai, kalangan yang tidak memberikan suara alias golput pada pemilu sama dengan "penumpang gelap" di dalam negara ini.

"Saya kira yang golput itu sama dengan ’penumpang gelap’ di negara ini, karena tidak mau berpartisipasi dalam membangun bangsa," kata Lamhir di Bengkulu, Kamis (26/2).

Menurut dia, pemilu merupakan jalan untuk memilih pemimpin bangsa yang akan menentukan garis kebijakan dalam pengelolaan negara. Kebijakan yang dibuat oleh pemimpin itu akan menentukan kondisi maju-mundurnya negara ini, tergantung kualitas figur pemimpin yang terpilih melalui pemilu.

Ketika yang terpilih itu figur yang tidak berkualitas dan dampaknya pengelolaan negara tidak baik, maka kalangan golput itu harus ikut bertanggung jawab karena tidak memilih orang lain yang baik-baik.

Demikian juga ketika yang terpilih itu figur yang bagus, kalangan golput masih dapat disalahkan karena tak memberikan kontribusi terhadap pemilihan pemimpin yang baik itu.

"Ketika pemimpin bagus itu mengeluarkan kebijakan yang baik, kalangan golput itu pun ikut menikmatinya," katanya.

Karena tidak memberikan kontribusi, maka ketika ada kebijakan baik kalangan golput bisa dikatakan pihak yang hanya ingin enaknya saja, dan orang seperti itu bisa dikatakan sebagai "penumpang gelap".

Untuk menekan angka golput, Lamhir berharap agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan partai politik lebih giat lagi melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa memilih itu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh semua warga negara.

"KPU dan partai harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa ketika menjadi golput bisa dikategorikan sebagai orang yang tak peduli terhadap negara yang telah dibentuk oleh para pendahulu dengan mengorbankan jiwa dan raganya," katanya.

"Masyarakat harus diberi penjelasan, dulu para pendahulu harus berjuang mati-matian untuk membentuk negara ini, masa sekarang hanya disuruh memilih pemimpin saja tidak mau," katanya.

Pola-pola sosialisasi seperti itu, tambah dia, akan lebih efektif karena bisa membangkit nasionalisme, yang pada akhirnya masyarakat mau memberikan hak suaranya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com