Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Kejagung Lupa Baca UU Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 22/02/2009, 15:46 WIB

JAKARTA, MINGGU - Pada 25 Januari 2009, Kejaksaan Agung telah menghentikan perkara dugaan korupsi terkait penjualan dua kapal Very Large Crude Cerrier (VLCC) milik PT Pertamina. Alasannya, Badan Pemeriksa Keuangan tidak menemukan pembanding untuk mengukur kerugian negara.

"Mungkin Kejaksaan lupa membaca UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU tersebut menyatakan kerugian negara dapat berupa potential lost," ujar Peneliti ICW, Febri Diansyah, kepada wartawan di Kantor ICW, Jakarta, Minggu ( 22/2 ).

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, tindak pidana korupsi dapat dilihat dari unsur-unsur perbuatannya saja. Kenapa, lanjutnya, Kejagung hanya melihat dari nilai kerugian negara?

Lagipula, kata Febri, menurut BPK, mereka tidak pernah menyatakan tidak ada kerugian negara dalam kasus VLCC. Yang terjadi justru BPK tidak melakukan pemeriksaan/audit dan merekomendasikan agar Kejaksaan menyewa lembaga appraisal (penilai aset) untuk menghitung harga wajar saat VLCC didivestasi.

"Nah, saya meragukan Kejagung telah menyewa penilai aset," tuturnya.

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka yakni Laksamana sukardi (mantan menteri BUMN), Arrifi Nawawi (mantan Direktur Utama PT Pertamina), dan Alfred H Rohimone (mantan Direktur Keuangan PT Pertamina).

Kejaksaan meng-SP3-kan perkara itu, karena tidak mau menggantung nasib hukum para tersangka.

Kasus ini bermula pada 11 juni 2004 , ketika direksi dan Komisaris Utama Pertamina menjual 2 kapal tanker nomor 1540 dan 1541 , yang masih dalam proses pembuatan di Korea Selatan. Kapal tersebut dijual kepada perusahaan asal Amerika Serikat, Frontline, tanpa persetujuan Menteri Keuangan. Hal ini dinilai bertentangan dengan pasal 12 ayat 1 dan 2 Keputusan Menteri Keuangan No. 89 tahun 1991 .

Penyidik memperkirakan negara rugi sebesar 20 juta dolar AS dalam kasus itu. Pasalnya, dua kapal tanker itu diduga dijual di bawah harga pasar.

Menurut ICW, jika Kejaksaan berkomitmen pada pemberantasan tindak pidana korupsi, ada alternatif lain yang dapat digunakan untuk menjerat pihak yang terkait dalam kasus VLCC.

"Mereka dapat dijerat dengan delik kolusi sesuai pasal 21 UU No. 28 tahun 1999 . Pasal tersebut menyebutkan setiap penyelenggara negara atau anggota komisi pemeriksa yang melakukan kolusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," jelas Febri.

Oleh karena itu, ICW mengecam SP3 yang dilakukan Kejaksaan pada kasus VLCC.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jajak Pendapat Litbang Kompas: 72,6 Persen Responden Minta Pelibatan Masyarakat dalam Revisi UU MK

Jajak Pendapat Litbang Kompas: 72,6 Persen Responden Minta Pelibatan Masyarakat dalam Revisi UU MK

Nasional
Bareskrim Sebut Caleg PKS di Aceh Tamiang Berperan Jadi Pengendali Narkoba

Bareskrim Sebut Caleg PKS di Aceh Tamiang Berperan Jadi Pengendali Narkoba

Nasional
Wakil Ketua Banggar Sarankan DPR Bentuk Lembaga Independen untuk Hasilkan Kebijakan Anggaran secara Akurat 

Wakil Ketua Banggar Sarankan DPR Bentuk Lembaga Independen untuk Hasilkan Kebijakan Anggaran secara Akurat 

Nasional
PKS Akan Pecat Calegnya yang Ditangkap karena Kasus Narkoba di Aceh Tamiang

PKS Akan Pecat Calegnya yang Ditangkap karena Kasus Narkoba di Aceh Tamiang

Nasional
Jaksa Agung-Kapolri Hadir di Istana di Tengah Isu Jampidsus Dibuntuti Densus 88

Jaksa Agung-Kapolri Hadir di Istana di Tengah Isu Jampidsus Dibuntuti Densus 88

Nasional
Bareskrim Tangkap Caleg PKS di Aceh Tamiang Terkait Kasus Narkoba

Bareskrim Tangkap Caleg PKS di Aceh Tamiang Terkait Kasus Narkoba

Nasional
KPK Panggil Lagi Fuad Hasan Masyhur Jadi Saksi TPPU SYL

KPK Panggil Lagi Fuad Hasan Masyhur Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
2 KRI yang Ikut Amankan WWF di Bali Punya Kemampuan Sistem Reverse Osmosis, Apa Itu?

2 KRI yang Ikut Amankan WWF di Bali Punya Kemampuan Sistem Reverse Osmosis, Apa Itu?

Nasional
Menanti Penjelasan Polri-Kejagung soal Dugaan Densus 88 Buntuti Jampidsus

Menanti Penjelasan Polri-Kejagung soal Dugaan Densus 88 Buntuti Jampidsus

Nasional
Tanda Tanya Pembuntutan Jampidsus oleh Densus 88 dan Perlunya Kejagung-Polri Terbuka

Tanda Tanya Pembuntutan Jampidsus oleh Densus 88 dan Perlunya Kejagung-Polri Terbuka

Nasional
Sidang Praperadilan Sekjen DPR Indra Iskandar Lawan KPK Digelar Hari Ini

Sidang Praperadilan Sekjen DPR Indra Iskandar Lawan KPK Digelar Hari Ini

Nasional
KPK Hadirkan Istri, Anak, dan Cucu SYL Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

KPK Hadirkan Istri, Anak, dan Cucu SYL Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

Nasional
[POPULER NASIONAL] Tangis Puan di Rakernas PDI-P | Penjelasan TNI soal Kejagung Dijaga Personel Puspom

[POPULER NASIONAL] Tangis Puan di Rakernas PDI-P | Penjelasan TNI soal Kejagung Dijaga Personel Puspom

Nasional
Rakernas V PDI-P: Air Mata Puan, Tarik-ulur Mega, dan Absennya Prananda

Rakernas V PDI-P: Air Mata Puan, Tarik-ulur Mega, dan Absennya Prananda

Nasional
Megawati: Mungkin Tampangku Cantik, Pintar, Ratunya PDI-P, tapi Aku Ya 'Ratu Preman' Lho...

Megawati: Mungkin Tampangku Cantik, Pintar, Ratunya PDI-P, tapi Aku Ya "Ratu Preman" Lho...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com