Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Desak Jokowi Jokowi Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat Wasior Papua yang Mandek 23 Tahun

Kompas.com - 14/06/2024, 07:45 WIB
Singgih Wiryono,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Wasior, Papua, yang sudah mandek selama 23 tahun.

Koordinator Badan Pekerja Kontras Dimas Bagus Arya mengatakan berkas penyelidikan pro-justisia ari Komnas HAM telah diserahkan ada 2003 lalu.

"Namun, lagi-lagi proses ini mandek dengan alasan klise yakni belum terpenuhinya kelengkapan atau syarat satu peristiwa untuk dapat diangkat ke tahap penyidikan pelanggaran HAM berat," kata Dimas, Kamis (13/6/2024).

Oleh sebab itu, Kontras mendesak Jokowi untuk memerintahkan Jaksa Agung membentuk tim penyidik ad hoc sebagai tindak lanjut penyelidikan peristiwa Wasior.

Baca juga: Peristiwa Wasior 2001

Tidak hanya Wasior, Kontras juga mendesak Jokowi menuntaskan berbagai pelanggaran HAM Berat yang telah dilaporkan oleh Komnas HAM sesuai amanat Pasal 21 ayat (3) UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

"Kedua, mendesak untuk membentuk Pengadilan HAM di Papua demi penegakan dan perlindungan HAM bagi masyarakat Papua," kata Dimas.

Selain itu, Kontras mendesak Jokowi untuk mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua sebagai langkah awal untuk membangun dialog dan menyelesaikan konflik di Papua secara damai.

"Terakhir, menjamin hak asasi orang asli Papua, termasuk hak hidup, hak ulayat masyarakat hukum adat, hak untuk berekspresi, dan hak untuk berkumpul secara damai," ucapnya.

Peristiwa Wasior

Tragedi Wasior terjadi pada 13 Juni 2001, bermula dari penyerbuan aparat Korps Brigade Mobil (Korps Brimob) kepada warga sipil di Desa Wondiboi, Wasior, Manokwari, Papua.

Penyebabnya lantaran perusahaan kayu PT VPP dianggap warga mengingkari kesepakatan yang dibuat untuk masyarakat.

Baca juga: Mengenang Tragedi Wasior Papua Tahun 2001

Masyarakat lantas mengekspresikan tuntutan mereka dengan menahan speed boat milik perusahaan sebagai jaminan, setelah memberikan toleransi sekian waktu lamanya.

Aksi masyarakat ini dibalas oleh perusahaan dengan mendatangkan Brimob untuk melakukan tekanan terhadap masyarakat.

Masyarakat kemudian mengeluhkan mengenai perilaku perusahaan dan Brimob yang kemudian disikapi oleh kelompok TPN/OPM dengan kekerasan.

Saat PT VPP tetap tidak menghiraukan tuntutan masyarakat untuk memberikan pembayaran pada saat pengapalan kayu, kelompok TPN/OPM menyerang sehingga menewaskan lima orang anggota Brimob dan seorang karyawan perusahaan PT VPP.

Baca juga: Saat Keluarga Korban Tragedi Wasior Menuntut Perhatian Pemerintah...

OPM juga membawa kabur enam pucuk senjata milik anggota Brimob bersama peluru dan magazen.

Saat aparat kepolisian melakukan pencarian OPM, terjadi tindak kekerasan berupa penyiksaan, pembunuhan, penghilangan secara paksa hingga perampasan kemerdekaan di Wasior.

Tercatat empat orang tewas, satu orang mengalami kekerasan seksual, lima orang hilang dan 39 orang disiksa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Enggan Biayai Food Estate Pakai APBN Lagi

Jokowi Enggan Biayai Food Estate Pakai APBN Lagi

Nasional
Paus Fransiskus Dijadwalkan Bertemu Jokowi September, Ini Agendanya...

Paus Fransiskus Dijadwalkan Bertemu Jokowi September, Ini Agendanya...

Nasional
Kemenag Wajibkan ASN-nya Cegah Judi 'Online', Yang Bermain Kena Sanksi

Kemenag Wajibkan ASN-nya Cegah Judi "Online", Yang Bermain Kena Sanksi

Nasional
Ambulans Disetop Karena Rombongan Jokowi Lewat, Istana Minta Maaf

Ambulans Disetop Karena Rombongan Jokowi Lewat, Istana Minta Maaf

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Helfi Assegaf Jadi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim

Mutasi Polri, Brigjen Helfi Assegaf Jadi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim

Nasional
Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Nasional
Kantor Presiden di IKN Bisa Digunakan Jokowi Pada Juli

Kantor Presiden di IKN Bisa Digunakan Jokowi Pada Juli

Nasional
Data di 282 Layanan Kementerian/Lembaga Hilang Imbas Peretasan PDN, Hanya 44 yang Punya 'Back Up'

Data di 282 Layanan Kementerian/Lembaga Hilang Imbas Peretasan PDN, Hanya 44 yang Punya "Back Up"

Nasional
Bansos Presiden Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp 125 M

Bansos Presiden Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp 125 M

Nasional
Saat PPATK Ungkap 1.000 Lebih Anggota Dewan Main Judi Online

Saat PPATK Ungkap 1.000 Lebih Anggota Dewan Main Judi Online

Nasional
Hari Ini, Emirsyah Satar Jalani Sidang Tuntutan Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

Hari Ini, Emirsyah Satar Jalani Sidang Tuntutan Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

Nasional
Hari Ini, Sosok yang Ancam 'Buldozer' Kemenkominfo Jalani Sidang Vonis Perkara BTS 4G

Hari Ini, Sosok yang Ancam "Buldozer" Kemenkominfo Jalani Sidang Vonis Perkara BTS 4G

Nasional
Pakar IT Sebut Pemblokiran Tak Efektif Tuntaskan Persoalan Judi Online

Pakar IT Sebut Pemblokiran Tak Efektif Tuntaskan Persoalan Judi Online

Nasional
Basmi Judi Online: Urgen Penindakan, Bukan Pencegahan

Basmi Judi Online: Urgen Penindakan, Bukan Pencegahan

Nasional
Ungkap Alasan Ingin Maju Pilkada Jakarta, Sudirman Said Mengaku Dapat Tawaran dari Sejumlah Partai

Ungkap Alasan Ingin Maju Pilkada Jakarta, Sudirman Said Mengaku Dapat Tawaran dari Sejumlah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com