JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengaku belum mengetahui rencana unjuk rasa buruh menolak Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang akan digelar di depan Istana Negara pada Kamis (6/6/2024) hari ini.
"Belum (belum tahu), belum (belum dikabari)," ujar Pratikno di Kompleks Kemensetneg, Jakarta, Kamis pagi.
Saat ditanya soal apakah ada kemungkinan perwakilan pedemo diterima pihak istana, Pratikno akan berkoordinasi dulu dengan kementerian dan lembaga terkait.
"Nanti saya cek ya. Ke kementerian, lembaga terkait. Jangan sampai kita enggak tahu kan, yang tahu kan kementerian terkait," jelasnya.
Baca juga: Selain Demo Menolak Tapera di Istana Negara, Buruh Juga Tolak 4 Hal Ini
Sementara itu, terkait dengan keinginan para buruh agar pemberlakuan Tapera dibatalkan, Pratikno juga menyatakan akan mengecek ke kementerian dan lembaga terkait.
Dalam hal ini kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Diberitakan sebelumnya, massa buruh akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara pada Kamis.
Aksi ini diagendakan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Massa akan melakukan long march dari depan Balai Kota Jakarta menuju Istana Negara melalui kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.
"Ribuan buruh yang akan melakukan aksi ini berasal dari Jabodetabek dan berbagai organisasi serikat pekerja,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melalui keterangan resminya, Kamis.
Unjuk rasa dilakukan untuk menyuarakan penolakan masyarakat terhadap PP Tapera.
“Kebijakan Tapera merugikan dan membebani pekerja dengan iuran di mana meski setelah mengiur selama 10 hingga 20 tahun, buruh tetap saja tidak memberikan kepastian bisa memiliki rumah,” tegas Said.
Presiden Partai Buruh ini menilai, melalui Tapera, pemerintah melepas tanggung jawab untuk menyediakan rumah yang terjangkau bagi masyarakat.
Melalui peraturan ini, pemerintah terlihat hanya bertindak sebagai pengumpul iuran dari rakyat.
"Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana," lanjut Said Iqbal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.