JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi atau nota keberatan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gazalba Saleh didakwa Jaksa KPK telah menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp 62.898.859.745 atau Rp 62,8 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim berpandangan, Jaksa KPK tidak berwenang menuntut Hakim Agung dalam perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana nota keberatan tim hukum Gazalba Saleh.
“Mengadili, satu, mengabulkan nota keberatan dari tim penasehat hukum terdakwa Gazalba Saleh tersebut,” kata Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri membacakan putusan sela dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
Baca juga: Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim sependapat dengan tim hukum Gazalba yang menilai Jaksa KPK tidak menerima pelimpahan kewenangan penuntutan terhadap Gazalba Saleh dari Jaksa Agung.
Adapun ketentuan menuntut Hakim Agung ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
“Menyatakan penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum tdiak dapat diterima,” kata Hakim Fahzal Hendri
“Memerintahkan terdakwa Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan,” ucapnya.
Baca juga: Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M
Dalam nota keberatannya, kubu Gazalba Saleh menuding Jaksa KPK tidak berwenang menuntutnya dalam perkara dugaan gratifikasi dan TPPU.
Pengacara Gazalba, Aldres Napitupulu dalam eksepsinya menyebut, Jaksa KPK tidak menerima pelimpahan kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung sebagaimana ketentuan UU Kejaksaan RI.
Dalam perkara ini, Gazalba didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 650 juta bersama pengacara asal Surabaya bernama Ahmad Riyad.
Uang itu diberikan menyangkut pengurusan perkara terdakwa kasus pengelolaan limbah B3 bernama Jawahirul Fuad.
Gazalba disebut Jaksa Komisi Antirasuah telah menerima jatah Rp 18.000 dollar Singapura atau Rp 200 juta. Dalam dakwaan keduanya, Jaksa KPK menyebut Gazalba juga menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang hingga Rp 62,8 miliar.
Uang itu terdiri dari Rp 200 juta dari Jawahirul Fuad dan Rp 37 miliar dari terpidana Peninjauan Kembali (PK) bernama Jaffar Abdul Gaffar.
Baca juga: Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta
Tidak hanya itu, Hakim Agung ini juga diduga telah menerima uang 1.128.000 dollar Singapura atau Rp 13.367.612.160 (Rp 13,3 miliar) dan 181.100 dollar Amerika Serikat (AS) atau Rp 2.901.647.585, dan Rp 9.429.600.000.
Dengan demikian, jumlah uang yang diterima Gazalba Saleh mencapai Rp 62,8 miliar.
Gazalba diduga diduga menyamarkan dan menyembunyikan asal usul uang itu dengan cara membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang asing.
Hakim Agung kamar pidana itu juga diduga membeli Mobil Toyota Alphard, emas Antam, properti bernilai miliaran rupiah menggunakan uang panas tersebut.
Atas perbuatannya, Jaksa KPK mendakwa Gazalba melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.