Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Kompas.com - 13/05/2024, 22:26 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut kejar waktu menjadi alasan di balik komposisi panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 didominasi unsur pemerintah.

Diketahui, komposisi pansel capim KPK terdiri dari lima perwakilan pemerintah dan empat perwakilan masyarakat sipil.

"Jadi intinya ini untuk menjamin tepat waktu karena akhir bulan harus naik ke Setneg dan Juni harus sudah mulai bekerja pansel," kata Tenaga Ahli KSP Yusuf Gumilang dalam Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (13/5/2024).

Yusuf juga menjelaskan pertimbangan lain mengapa pemerintah mengejar waktu agar pansel capim KPK segera dapat bekerja.

Baca juga: Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Ia menyebut hal itu erat kaitannya dengan periode pimpinan KPK saat ini melampaui masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang akan berakhir pada Oktober 2024.

Oleh karena itu, Yusuf mengungkapkan, ada faktor urgensi dalam pembentukan pansel capim KPK kali ini.

"Sebenarnya pertimbangannya dalam konteks ini lebih pada kita menjamin prosesnya bisa cepat berjalan," jelas dia.

"Karena jujur saja, perubahan pimpinan KPK yang sekarang kan melampaui masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Kita tahu ada urgensi ke sana," sambung dia.

Baca juga: Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Meski komposisi didominasi unsur pemerintah, pihaknya menjamin bahwa pemerintah bekerja secara serius untuk memastikan pansel ini dapat diterima publik.

"Itu yang pertama. Integritasnya terjamin dan kapasitasnya memang sesuai bidangnya masing-masing," imbuh dia.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, komposisi pansel capim KPK yang terdiri dari lima unsur pemerintah dan empat perwakilan masyarakat, tidak ideal.

Peneliti ICW Diky Anandya mengatakan, komposisi itu membuka potensi konflik kepentingan lantaran komposisinya didominasi pihak pemerintah.

Kritik itu Diky sampaikan dalam diskusi Jelang Pembentukan Pansel Capim KPK Periode 2024-2029 yang digelar secara daring di YouTube Sahabat ICW.

"Kenapa? Karena tadi, potensi konflik kepentingan dan intervensi atas keputusan dalam proses seleksi itu justru akan besar muncul jika didominasi unsur pemerintah," kata Diky, Minggu (12/5/2024).

Baca juga: Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Diky menuturkan, persoalan konflik kepentingan menjadi salah satu dari tiga poin utama masukan ICW menyangkut kandidat pansel capim KPK yang akan dibentuk Jokowi.

Menurutnya, Jokowi dengan kedudukan politiknya memiliki semua perangkat untuk menelusuri latar belakang seseorang, dari riwayat pekerjaan, riwayat hukum, dan afiliasi politik.

"Inilah yang kemudian harus dikhawatirkan, Pansel seharusnya tidak menjadi alat untuk meloloskan kandidat tertentu atas dasar kedekatan khusus yang dimiliki anggota Pansel dengan kanddiat tersebut," kata Diky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKS: Masalah Judi Online Sudah Kami Teriakkan Sejak 3 Tahun Lalu

PKS: Masalah Judi Online Sudah Kami Teriakkan Sejak 3 Tahun Lalu

Nasional
Dompet Dhuafa Banten Adakan Program Budi Daya Udang Vaname, Petambak Merasa Terbantu

Dompet Dhuafa Banten Adakan Program Budi Daya Udang Vaname, Petambak Merasa Terbantu

Nasional
“Care Visit to Banten”, Bentuk Transparansi Dompet Dhuafa dan Interaksi Langsung dengan Donatur

“Care Visit to Banten”, Bentuk Transparansi Dompet Dhuafa dan Interaksi Langsung dengan Donatur

Nasional
Perang Terhadap Judi 'Online', Polisi Siber Perlu Diefektifkan dan Jangan Hanya Musiman

Perang Terhadap Judi "Online", Polisi Siber Perlu Diefektifkan dan Jangan Hanya Musiman

Nasional
Majelis PPP Desak Muktamar Dipercepat Imbas Gagal ke DPR

Majelis PPP Desak Muktamar Dipercepat Imbas Gagal ke DPR

Nasional
Pertama dalam Sejarah, Pesawat Tempur F-22 Raptor Akan Mendarat di Indonesia

Pertama dalam Sejarah, Pesawat Tempur F-22 Raptor Akan Mendarat di Indonesia

Nasional
Di Momen Idul Adha 1445 H, Pertamina Salurkan 4.493 Hewan Kurban di Seluruh Indonesia

Di Momen Idul Adha 1445 H, Pertamina Salurkan 4.493 Hewan Kurban di Seluruh Indonesia

Nasional
KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com